Rabu 14 Sep 2016 22:34 WIB

Ayah, Anak, dan Mertua Terbantu Layanan BPJS Kesehatan

Andi Ramlan saat menjalani operasi di Rumah Sakit dr Soepraoen, Malang.
Andi Ramlan saat menjalani operasi di Rumah Sakit dr Soepraoen, Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh Erik Purnama Putra

 

Mahfud tergolek lemas di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Tentara (RST) dr Soepraoen di Sukun, Kota Malang. Pensiunan TNI AD dengan pangkat terakhir Koprak Kepala ini, bakal menjalani operasi pengangkatan tumor jinak yang bersarang di kepalanya. Selama ini, Mahfud jarang sekali merasakan keluhan di kepalanya. 

Namun, setelah beberapa kali konsultasi dan periksa di RST (Rumah Sakit Tentara) nama lain RS dr Soepraoen, ia disarankan untuk menjalani bedah operasi pada medio Februari lalu. "Demi kesehatan, saya akhirnya masuk ruang operasi. Setelah dibius, saya tidak merasakan apa-apa. Dokternya cukup profesional dan enak dalam melayani pasien," kata Mahfud kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Hanya menginap tiga hari dua malam, Mahfud akhirnya diperbolehkan pulang oleh tim dokter. Sesuai pemberitahuan petugas RST saat mendaftar, ia tidak dikenakan biaya apapun. Hal itu lantaran ia sudah memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau dulunya memegang kartu Asuransi Sosial ABRI (Asabri). Menurut dia, proses mengurus BPJS di RST dr Soepraoen sebenarnya sama seperti RS swasta pada umumnya. Hanya saja, antrean pasien cukup panjang. 

Kondisi itu sudah dialaminya sejak saat konsultasi dan periksa ke dokter, sebelum menjalani operasi. Bagi Mahfud, antrean itu memang membosankan, tapi tidak masalah lantaran dapat kompensasi mendapat pelayanan medis tanpa keluar biaya. "Saya operasi memilih fasilitas di kamar kelas II sesuai dengan di kartu. Jadi saya gratis tis tidak bayar," kata Mahfud.

Menantu Mahfud, Sertu Andi Ramlam juga memiliki pengalaman menjalani perawatan medis tanpa keluar uang seperser pun. Andi yang berdinas di Brigif Linud 18/Trisula, Jabung, Malang, ini beberapa kali harus memeriksaan kaki kanannya yang patah saat harus mengikuti terjun payung di Morotai, Maluku Utara. Andi tidak sendiri, sebab ada dua temannya yang harus mengalami nasib serupa akibat medan pendaratan yang dipenuhi material berbahaya.

Karena kakinya bermasalah, ia sempat dibebaskan tugas untuk tidak berdinas oleh satuannya. Dalam kesehariannya, Andi memakai kruk. Setelah beberapa berkonsultasi dengan dokter, Andi pun harus menjalani operasi melepas pen di RST dr Soepraoen pada 15 Juni lalu. "Gratis, saya tidak bayar karena memang tidak pindah kelas. Selama operasi, saya dirawat di ruang kelas dua sesuai kepesertaan saya," kata Andi.

Kini, kondisi Andi sudah sehat seperti sedia kala. Kaki kanannya juga sudah tidak bermasalah lagi. Dia sudah berdinas normal dan dapat berlari sebagaimana rekan-rekannya. Andi pun hanya sanggup tersenyum kala mengingat masa-masa sulit harus berjalan pincang. "Terima kasih BPJS Kesehatan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement