Senin 12 Sep 2016 20:10 WIB

'Sertifikasi Halal adalah Investasi Usaha'

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Andi Nur Aminah
 Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat perkembangan industri halal yang mengglobal, sertifikasi halal tidak bisa lagi ditawar untuk tidak dilakukan pelaku industri. Sertifikasi halal dinilai jadi investasi usaha bagi pelaku industri yang mau bersaing meraih pasar Muslim terbesar.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah menjelaskan, label halal itu sering disebut mahal oleh pelaku industri, padahal itu adalah investasi. Biar bagaimanapun, konsumen akan memilih. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia jadi incaran banyak negara untuk memasarkan produk halal.

Untuk bisa masuk ke Indonesia, negara seperti Thailand dan Korea Selatan bahkan memiliki lembaga yang membantu sertifikasi halal agar produk mereka tak menemui hambatan saat masuk pasar Indonesia. "Produk halal itu seksi dan Indonesia itu pasar terbesar yang jadi rebutan. Kalau pengusaha halal domestik tidak siap dan tetap ingin di zona nyaman, jangan salahkan kalau perusahaan asing yang masuk," kata Ikhsan, Senin (12/9).

Akan terlihat pula perbandingannya antara produk yang bersertifikat halal dengan yang tidak. Dari survei IHW, konsumen akan mengambil produk serupa yang berlabel halal ketimbang yang tidak. IHW melihat konsumen tidak hanya mau produk yang aman, tapi juga berkah.

"Sertifikat halal juga alat kompetisi meraih pasar. Mau tidak mau pelaku usaha harus sertifikasi. Bukan hanya wajib halal karena Undang-Undang Nomoer 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal (UU JPH) akan diterapkan, tapi halal sekarang jadi gaya hidup termasuk di Indonesia. UU JPH kan bukan mau pemerintah, tapi masyarakat," ungkap Ikhsan.

Sebagai lembaga yang ditunjuk undang-undang sebelum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terbentuk, IHW menilai pemerintah juga perlu memberi perhatian kepada LPPOM MUI. Selama ini kegiatan LPPOM MUI dilakukan atas biaya sendiri. Sambil menunggu BPJPH, pemerintah bisa memberi dukungan anggaran kepada LPPOM. Agar sertifikasi juga murah bagi UKM, pemerintah bisa memberi subsidi.

"Undang-undang mewajibkan sertifikasi halal, tapi kalau LPPOM mengandalkan biaya sendiri, berat. Nantinya, LPPOM MUI bisa diakreditasi," kata Ikhsan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement