REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Penanganan Isu Strategis (Puspitra) Kementerian Perdagangan (Kemendag) makin intensif menciptakan terobosan produk-produk strategis nasional. Produk garam piramida yang dikenal sebagai garam artisanal dan menjadi kebanggaan masyarakat Buleleng, Bali, mulai mendapat perhatian serius.
Sinergi dilakukan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta Pemerintah daerah Buleleng. “Kemendag menggandeng dua kementerian lain untuk membuat pilot project pengembangan garam piramida Buleleng, Bali yang potensial ini,” kata Kepala Puspitra Kemendag Ni Made Ayu Marthini, melalui siaran pers, Senin (5/9).
Ayu Marthini mengatakan, pilot project dibuat sebagai respons cepat Pemerintah terhadap persoalan laten garam nasional, yaitu kesejahteraan petani garam yang masih rendah dan kualitas garam rakyat yang belum prima. Kemendag pun terus berupaya mendorong pengembangan produksi garam artisanal untuk memberikan nilai tambah komoditas garam demi kesejahteraan petani garam serta jangka menengah mengurangi ketergantungan impor garam industri karena bisa diproduksi di dalam negeri.
“Harga yang diterima petani rendah karena kualitas garam yang belum memuaskan dan berlebihnya produksi garam konsumsi. Di samping itu, produksi garam industri di Indonesia pun belum efisien.” ungkap Ayu.
Dia menuturkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menaruh fokus pada peningkatan mutu produk garam dan Kementerian Perindustrian fokus pada penanganan isu Standar Nasional Indonesia produk garam. Sedangkan Kementerian Perdagangan fokus pada pengembangan desain dan kemasan produk garam.
Menurut Ayu, Bali mempunyai potensi dalam pengembangan garam artisanal karena mempunyai tradisi yang unik dan hasil garam yang artistik. Garam artisanal saat ini masih belum optimal dikembangkan di wilayah sentra produksi garam lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, Ayu berharap pilot project pengembangan garam artisanal mendapat hasil yang dapat dicontoh oleh sentra-sentra penghasil garam lain.
“Kunci garam artisanal adalah kualitas dan higienitas serta proses pengolahannya yang bersifat tradisional. Kami percaya di Bali Utara dan Bali Timur jika digarap dengan maksimal dapat menjadi sumber ekonomi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan perajin garam,” ungkapnya.
Ayu menjelaskan, harga garam artisanal piramida asal Pemuteran bisa mencapai Rp 181 ribu per kilogram di pasar. Sangat jauh jika dibandingkan dengan harga garam rakyat yang dijual petani garam Pejarakan dengan Rp 3 ribu per kilogram. Perbedaan harga tersebut diperoleh melalui proses dan tahapan yang memerlukan kesabaran, waktu, dan investasi sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang berlipat.