Jumat 26 Aug 2016 17:51 WIB

BI Nilai Pengembangan UMKM tak Harus Lewat Bunga Kredit Rendah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai, pengembangan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak selalu harus dengan suku bunga yang rendah.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, di negara dengan geografis luas seperti Indonesia, pengembangan sektor UMKM masih dalam tahap akses ke perbankan.

"Kalau kita bicara pengusaha besar dia punya akses ke perbankan, pasar modal, dia punya akses ke luar negeri. Pelaku UMKM masuk kantor bank saja takut. Jadi kita masih pada tahap akses," ujar Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat (26/8).

Mirza mengatakan, sekitar 15 tahun lalu bank yang menyalurkan kredit ke sektor UMKM baru Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sekarang ini, sudah banyak bank-bank besar yang menyalurkan kredit je sektor tersebut seperti Mandiri, BNI, dan BTPN.

Hal ini karena pada saat terjadi krisis, sektor UMKM dapat bertahan. Berbeda dengan kredit ke korporasi yang disalurkan dengan nominal besar. Apalagi menyalurkan kredit korporasi ke dalam valuta asing memiliki risiko sangat besar, karena pada saat terjadi gejolak kurs dapat berakibat pada kenaikan rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) yang tinggi.

"Malau kredit UMKM kan cuma Rp 5 juta, mungkin Rp 50 juta, Rp 100 juta, NPL nya masih bisa terkontrol. Makanya sekarang bank-bank mulai masuk ke UMKM tapi memang kredit UMKM perlu jumlah sumber daya yang banyak," ujarnya.

Perlunya sumber daya yang banyak dalam menyalurkan kredit ini mengakibatkan tingginya overhead cost perbankan. Sehingga hal ini membuat suku bunga kredit yang dikenakan oleh bank lebih tinggi dari kredit korporasi.

Untuk itu, perlahan bank sentral terus mendorong akses perbankan ke pelaku UMKM.  Sambil secara perlahan dengan stabilitas makro dan inflasi rendah, kebijakan moneter bisa longgar. Dampaknya semakin banyak bank yang masuk ke segmen kredit UMKM.

"Semakin banyak yang masuk kredit UMKM akan terjadi kompetisi di antara banker UMKM, lalu suku bunga UMKM bisa turun. Apalagi sudah memberikan kredit bersubsidi untuk KUR (Kredit Usaha Rakyat) itu memberikan kompetisi pada bank-bank lain agar mereka turunkan bunga," tuturnya.

Hingga Agustus 2016, jumlah bank dari 118 bank yang sudah memenuhi porsi kredit UMKM terus bertambah. Saat ini jumlah bank yang memenuhi porsi kredit UMKM sebesar 10 persen mencapai 100 bank. Sedangkan pasar kredit UMKM masih sangat luas, karena baru 22 persen dari total 57,8 juta UMKM di Indonesia yang memiliki akses kredit ke perbankan atau memiliki rekening di bank.

Realisasi kredit UMKM dari kredit perbankan hingga kuartal II 2016 baru sebesar Rp 827,3 triliun atau 19,7 persen. Sementara pertumbuhan kredit UMKM pada kuartal II 2016 sebesar 8,3 persen yoy.

Sejauh ini, Bank Indonesia (BI) telah melakukan penelitian dan pengembangan UMKM untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan, pengembangan komoditas dalam bentuk klaster untuk pengendalian inflasi, termasuk pengembangan potensi lokal di suatu daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement