Jumat 12 Aug 2016 06:35 WIB

Presiden Perlu Tetapkan Harga Patokan Beras

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Presiden merespons kenaikan harga beras dan menegaskan stok nasional di Bulog cukup.
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Presiden merespons kenaikan harga beras dan menegaskan stok nasional di Bulog cukup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pangan dan perberasan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori meminta pemerintah menetapkan batas harga tertinggi dan terendah untuk beras. Hal tersebut merespons keinginan Presiden Joko Widodo menurunkan harga komoditas beras.

"Sekarang ini kita tidak memiliki parameter yang menjadi patokan Bulog maupun publik, yang disebut harga mahal itu berapa," kata dia kepada Republika, Kamis (11/8). 

Sementara, Instruksi Presiden (Inpres) no 5/2015 hanya menjadi acuan Bulog untuk melakukan pembelian. Meski harga batas bawah telah ditetapkan dalam Inpres, yakni Rp 7.300 per kilogram (kg), tapi acuan tersebut tidak menjadi patokan standar bahwa harga beras di atas itu dinyatakan mahal sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. 

Bahkan, menurut Khudori, saat ini harga Rp 7.300 per kg untuk beras sudah tidak ada di pasar karena harga beras rata-rata sudah di atas Rp 10 ribu per kg.

Mestinya, lanjut dia, pemerintah membuat standar harga patokan yang dapat dijadikan dasar bagi Bulog melakukan kerja pengendalian ketika konsumen terganggu daya belinya. Sehingga Bulog tidak perlu lagi meminta persetujuan atasannya yang berjumlah sembilan kementerian. 

"Mestinya menterinya bisa menerjemahkan keinginan Presiden agar tidak mengawang-awang," tuturnya.

Terlepas dsri belum ditetapkannya harga patokan untuk beras, ia menilai harga beras nasional memang tinggi. Kondisi yang sama, kata Khudori, juga terjadi pada harga gabah kering giling di tingkat petani yang masih tinggi di atas Rp 4 ribu per kg. Padahal inpres perberasan 2015 menetapkan Rp 3.700 per kg. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement