Rabu 03 Aug 2016 20:10 WIB

Ilham Habibie: Tak Perlu Takuti Teknologi Disruptif

Red: Ilham
Ilham Akbar Habibie
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ilham Akbar Habibie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-founder perusahaan minyak dan gas Mitra Energia Ltd, Ilham Habibie menilai para pengusaha lama tidak perlu menakuti munculnya teknologi disruptif (disruptive technologies). Namun justru dapat saling bersinergi dan membimbing para pengusaha baru.

"Orang-orang yang menggunakan dan menerapkan apa yang disebut 'disruptive technologies' bukan pemain lama. Sehingga para pengusaha lama dapat bertindak sebagai mentor untuk membantu kreator muda membuat model bisnis yang berkelanjutan dan menguntungkan," kata Ilham dalam diskusi pada acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu (3/8).

Teknologi disruptif adalah teknologi yang menggantikan teknologi mapan atau produk terobosan yang menciptakan industri baru. Contohnya, aplikasi online untuk transportasi atau penggunaan teknologi baru di perusahaan manufaktur yang menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja.

Sejumlah pakar bisnis menilai bahwa saat ini para pemain baru mewujudkan ide-ide revolusioner yang telah berhasil membawa perubahan positif dalam masyarakat. Namun, banyak juga yang khawatir pada perubahan ini dan melihat mereka sebagai ancaman.

Teknologi disruptif sendiri membutuhkan dukungan regulasi yang fleksibel sehingga perusahaan mendapat kepastian bisnis dan pemerintah mendapat manfaat pemasukan dari praktik tersebut. Sebelumnya, ekonom INDEF (Institute for Development, Economy and Finance) Berly Martwardaya mengatakan, hampir 50 persen orang Indonesia memiliki telepon seluler dengan fitur internet sehingga memudahkan munculnya teknologi disruptif, gejala di mana transaksi bisnis jadi lebih cepat dan hemat.

"Hal tersebut mendorong terciptanya peluang bisnis yang lebih besar melalui konektivitas dan networking bagi banyak pelaku ekonomi, terutama bagi 58 juta UKM yang berkontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia," kata Berly.

Teknologi disruptif dalam bisnis dapat dipahami sebagai inovasi yang menciptakan pasar baru dan nilai yang baru. Teknologi disruptif berperan penting di dalam pengembangan UMKM, yang merupakan sektor yang menyerap sekitar 90 persen tenaga kerja Indonesia, termasuk di bidang pertanian.

Laporan Deloitte menggarisbawahi 73 persen atau hampir 2/3 UKM Indonesia memiliki kapasitas digital yang sangat terbatas. Ini menyebabkan tidak bisa memaksimalkan tren digitalisasi ekonomi yang sekarang sedang terjadi.

Deloitte mengestimasikan UKM di Indonesia yang terdigitalisasi dapat meningkatkan pendapatannya hingga 80 persen dan membuat mereka 17 kali lebih inovatif. Dan pada akhirnya, mampu ikut mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen per tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement