Selasa 02 Aug 2016 17:40 WIB

Adira Finance Bukukan Laba Rp 593 miliar

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
 Pekerja melintas berlatar belakang penyaluran kredit Adira Finance di Jakarta, Jumat (21/8).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja melintas berlatar belakang penyaluran kredit Adira Finance di Jakarta, Jumat (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adira Finance Tbk pada Semester I 2016 membukukan laba bersih sebesar Rp 593 miliar. Tercatat naik signifikan dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 198 miliar.

Direktur Utama Adira Finance, Willy Suwandi menjelaskan, kenaikan laba bersih terjadi karena perusahaan berhasil membukukan kenaikan pada total pendapatan operasional sebesar 13 persen menjadi Rp 2,8 triliun.

"Adira Finance juga berhasil menurunkan beban operasional sebesar 6 persen menjadi Rp 1,4 triliun," ujar Willy Suwandi saat paparan kinerja Semester I 2016 di Jakarta, Selasa (2/8).

Penurunan juga didorong oleh turunnya beban bunga dan keuangan dari pendanaan sendiri sebesar 15 persen menjadi Rp 965 miliar dari sebelumnya Rp 1,1 triliun pada Semester I 2015. Menurut Willy hal ini karena strategi mendiversifikasi sumber pendanaan untuk memperoleh biaya pendanaan atau cost of funds yang paling optimal.

Direktur Keuangan dan Kepatuhan Adira Finance I Dewa Made Susila menambahkan, pihaknya juga telah melakukan berbagai langkah efisiensi sejak tahun lalu, di tengah lesunya perekonomian.

"Kita melakukan langkah efisiensi sejak tahun lalu. Hal ini berdampak pada biaya operasional, cabang yang tidak efektif dikonsolidasi. Ini harus dilakukan karena makin ke depan makin kompetitif. Sementara ekonomi masih dalam pemulihan," tutur Made.

Adapun untuk penjualan, kata Willy, pada Semester I 2016 ini penjualan sepeda motor baru domestik secara wholesales masih di bawah tekanan, mengalami penurunan sebesar 7 persen year on year (yoy) mendekati 3 juta unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sejumlah 3,2 juta unit, meskipun terdapat momentum lebaran.

Meskipun secara angka, penurunannya terlihat membaik, karena berada di bawah 10 persen dibandingkan tahun lalu. Namun menurut Willy hal ini masih menunjukkan lemahnya daya beli. Sebab, penurunan ini terjadi setelah penurunan sebesar 18 persen yoy pada tahun lalu.

Sementara itu, perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan pada pembiayaan berbasis syariah yakni naik dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 3,8 trilliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement