REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang pertemuan para menteri perdagangan negara-negara G20 di Cina akhir pekan ini, Menteri Perdagangan RI menyampaikan optimisme perbaikan ekonomi global. Selain faktor internal, pemulihan ekonomi AS juga jadi tumpuan.
Namun, Indonesia dinilai perlu mendiversifikasi negara tujuan dan produk ekspor. Ekonom Bank BCA, David Sumual mengakui sejak tahun lalu ekonomi AS memang menunjukkan perbaikan. Namun, kondisi ini masih rapuh karena data tenaga kerja di sana masih naik turun.
Di sisi lain, kondisi ekonomi dunia juga belum pulih di mana Uni Eropa menghadapi keluarnya Inggris dari keanggotaan UE (Brexit). Ditambah lagi perbankan negara-negara di selatan UE yang masih bermasalah.
Akan sulit Indonesia bisa mengandalkan AS. 40 persen ekpor yang selama ini ditujukan ke AS, Cina, dan UE juga dinilai perlu dilihat kembali. ''Indonesia harus mendiversifikasi negara tujuan dan produk eskpornya. UE bagian utara dan Timur Tengah masih bagus meski Saudi dihantam rendahnya harga minyak,'' kata David melalui telepon, Ahad (10/7).
David menilai, pada jangka pendek efek Brexit belum akan terasa oleh Indonesia karena ekspor ke Inggris sangat kecil meski ekspor ke UE mencapai 10 persen secara keseluruhan. Namun ia menilai Indonesia harus memerhatikan dampak jangka panjang Brexit.
Ketika ekonomi global lemah, saat Indonesia mendorong investasi sehingga saat ekonomi global pulih, daya saing Indonesia naik. Saat ini memang merupakan saatnya konsolidasi dan reformasi struktur agar Indonesia bisa menarik investor, terutama untuk sektor manufaktur yang mulai menurun.
''Manufaktur perlu diberi insentif karena kita bersaing dengan negara lain. Vietnam lebih cepat, kompetitif, dengan hambatan bisnis lebih sedikit, meski infrastruktur kita lebih baik,'' kata David.
Menurutnya, tak ada negara berkembang jadi negara maju tanpa masuk ke manufaktur, sebab pada karya dan sumber devisa. Di subsektor otomotif, beberapa perusahaan besar sudah menjadikan Indonesia jadi pusat produksi. Tinggal bagaimana pemerintah bisa mengundang investor untuk subsektor manufaktur lainnya.
Hingga akhir tahun, David melihat ekspor nasional bisa surplus karena impor melemah. Walau secara global pertumbuhan ekonomi Indonesia di peringkat enam, namun mengandalkan komoditas saja akan sulit membuat ekonomi berlari kencang.
''Memang butuh waktu. Dua tiga tahun ini kesempatan mengundang investor. MEA dengan 600 juta jiwa itu alat promosi bagus,'' kata David.
Menjelang pertemuan di Shanghai, Cina, pada Sabtu (9/7), Menteri Perdagangan RI menyampaikan optimisme akan membaiknya ekonomi dunia dalam waktu yang tak terlalu lama. Selain reformasi ekonomi Indonesia yang lebih efektif, siklus perekonomian AS yang makin baik dan kuat juga jadi tumpuan.
Meski sempat melambat, secara fundamental ekonomi AS masih kuat dan akan makin menguat sehingga AS bisa jadi lokomotif ekonomi dunia, termasuk menarik peningkatan ekspor Asia Tenggara.