Selasa 28 Jun 2016 23:16 WIB

APBN-P 2016 dan UU Tax Amnesty Dinilai Tahan Dampak Brexit

Red: Nur Aini
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) membacakan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016  pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) membacakan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016 pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan disetujuinya RUU APBN-Perubahan 2016 dan UU Pengampunan Pajak (tax amnesty) oleh parlemen telah menstimulus penguatan nilai tukar rupiah pada Selasa (28/6). Selain itu, sekaligus menahan dampak negatif eksternal setelah hasil referendum, agar Inggris keluar dari aliansi Uni Eropa (Britain Exit/Brexit).

"Rupiah menguat lagi ke Rp 13.170 per dolar hari ini setelah ada kepastian dari paripurna (sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Jakarta, Selasa malam.

Mirza mengatakan dengan disahkannya landasan hukum pengampunan pajak (tax amnesty) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2016, maka memberikan kepastian kepada pengusaha dan investor asing tentang kinerja fiskal pemerintah, suatu kinerja yang sebelumnya kerap diragukan oleh institusi asing dan juga lembaga pemeringkat Standard and Poor's. "Kita ingin ini menjaga stabilitas rupiah. Tidak terlalu rendah dan juga tidak terlalu tinggi. Pengusaha seharusnya sudah buat perencanaan, sehingga mereka bisa lebih investasi sekarang ini, dan perbankan juga bisa genjot kreditnya," ujarnya.

Sentimen positif dari domestik itu, menurut Mirza, sangat signifikan bagi terjaganya stabilitas perekonomian, terutama di tengah tekanan eksternal setelah hasil referendum Inggris. Saat hasil referendum diumumkan pada Jumat (24/6) lalu, kurs rupiah sempat melemah ke Rp 13.400 per dolar AS, atau terdepresiasi sekitar satu persen.. "Namun kami melihatnya, tekanan yang datang masih sangat terkendali dan bisa diantisipasi," ujar dia.

Menurut Mirza, salah satu tantangan eksternal perlu diantisipasi adalah efek lanjutan dari hasil referendum rakyat Inggris tersebut, selain masih berpotensinya kenaikan suku bunga The Fed, Bank Sentral AS.

Hal ini karena, kondisi politik di Inggris semakin bergejolak, menyusul petisi yang telah ditandatangani oleh tiga juta rakyat Inggris agar diadakan referendum ulang. Hal itu menyusul, hanya 70 persen rakyat Inggirs yang memberikan suara saat referendum.

Dengan jumlah suara hasil referendum yang menginginkan Brexit hanya 52 persen, berarti suara dari hasil referendum tersebut hanya 30 persen dari pemilik suara yang layak (eligible voters). "Ini akan menjadi tantangan buat Inggris, setelah banyak penurunan saham perbankan di Inggris, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang menjadi sangat rendah, dan hal itu harus dipantau terus," ujar Mirza.

Rapat Paripurna DPR Selasa siang telah menyepakati RUU Pengampunan Pajak dan APBNP 2016 untuk disetujui menjadi UU. Postur APBNP 2016 disetujui dengan pagu Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp 1.786,2 triliun dan pagu belanja negara sebesar Rp 2.082,9 triliun. Adapun defisit anggaran sebesar Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB. Sedangkan pertumbuhan ekonomi disepakati di APBNP 2016 sebesar 5,2 persen.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement