REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rupiah diproyeksi melemah akibat dari hasil referendum Inggris yang memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa atau Brexit. Fenomena super dollar ini dinilai dapat menaikkan inflasi di Indonesia via jalur imported inflation. Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi menjelaskan, hasil referendum ini berdampak pada mata uang banyak negara.
"Akibat Brexit, USD akan menguat tajam terhadap EUR (euro), GBP (poundsterling), dan mata uang banyak negara, termasuk IDR (rupiah)," kata Eric kepada Republika di Jakarta, Ahad (26/6). Eric menjelaskan, kondisi super dollar ini jika persisten akan menganggu pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan memperlebar defisit neraca transaksi berjalan AS. Negara-negara yang menjadikan Inggris dan Uni Eropa sebagai target ekspor mereka, kata Eric, bisa mengalami pelemahan kinerja ekspor.
"Karena poundsterling dan euro yang tertekan biaya impor oleh Inggris dan Uni Eropa akan lebih mahal karena poundsterling dan euro melemah," ujarnya. Fenomena super dollar akibat Brexit ini, lanjut Eric, jika persisten akan bisa menaikkan inflasi di Indonesia via jalur imported inflation. Sebab banyak produsen domestik yang menggunakan bahan baku dan barang modal yang diimpor.
Kenaikan biaya impor, kata Eric, juga akan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia karena memperlambat pertumbuhan investasi, memperlemah daya beli masyarakat, dan menghambat pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. "Tapi kata kuncinya persisten. Kalau cuma temporer, efeknya tidak ke fundamental ekonomi kita tetapi cuma berkutat di pasar keuangan. Untuk forecast year end 2016, saya masih di Rp 13,600 per dolar AS," katanya.