REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pusat kajian dosen STEI SEBI (SEBI Islamic Business and Economics Research Center (SIBER-C) bekerja sama dengan mahasiswa penerima Beastudi Ekonomi Syariah Dompet Dhuafa menggelar Diskusi Ekonomi Syariah Kontemporer (DESK) di kampus STEI-SEBI Depok, Jawa Barat, Jumat (10/6). Diskusi rutin bulanan itu mengusung tema “Pendayagunaan ziswaf (zakat infak sedekah dan wakaf) untuk pemberdayaan usaha mikro ditinjau dari perspektif regulasi dan industri.”
Salah satu nara sumber Dr Oni Sahroni Lc MA mengemukakan, secara fiqih, kaidah asalnya bahwa harta zakat harta setelah dihimpun harus langsung disalurkan kepada mustahik. Bahkan kalau bisa mustahik yang berada di daerah di mana zakat itu diambil. Namun karena keadaan yang mendesak dan melalui beberapa alasan dalam proses identifikasi hukum fiqh, maka akhirnya harta zakat harta, infak dan sedekah ini dibolehkan jika disalurkan untuk pembiayaan usaha.
“Asalkan dengan beberapa syarat seperti adanya maslahat dalam hal tersebut, dan kondisinya memang terdesak, jika tidak ada lagi sumber modal lain yang legal dan halal”, jelas Oni Sahroni.
Sedangkan dari segi pencatatan akuntansi, Dadang menjelaskan beberapa koperasi syariah yang ditemukan selama ini masih ada yang mencatat dana wakaf sebagai penambah modal pada koperasi. Hal ini dapat dibilang rancu, sebab apabila koperasi mengalami kerugian, maka sumber modal yang berasal dari wakaf itu bisa jadi habis.
“Saran saya, harusnya wakaf ini diinvestasikan ke baitulmaal, biar baitulmaal yang mengelola. Sehingga nanti bagi hasil investasinya dijaga oleh baitulmaal, koperasi tinggal menerima bagian saja dan SHU koperasi pun masih tetap aman,” papar Dadang.
Diskusi ini menghasilkan beberapa pemikiran terkait perkembangan realisasi dana ziswaf yang terjadi selama ini. Contohnya, koperasi yang hanya boleh menghimpun wakaf produktif yang ditentukan oleh Badan Wakaf Indonesia. Dan keterbatasan koperasi dalam memanfaatkan dana wakaf yang diberikan pun harus diperhatikan.
Artinya, dalam pemanfaatannya, meskipun dana zakat, infak dan sedekah boleh dimanfaatkan sebagai modal usaha, namun dengan syarat dan ketentuan tertentu, yang tidak boleh keluar dari syariat Islam.