Rabu 22 Jun 2016 18:44 WIB

Urgensi Ziswaf untuk Pemberdayaan Usaha Mikro (Bagian 1)

Suasana diskusi bertajuk
Foto: Dok SEBI
Suasana diskusi bertajuk

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Masalah harta zakat masih belum sepenuhnya disadari masyarakat. Untuk perihal ibadah mahdah seperti shalat wajib dalam suatu masyarakat mungkin tinggi semangatnya, namun pencerdasan perihal zakat masih minim.

 

Di lain sisi, fenomena tentang kata syariah yang dilabelkan di beberapa lembaga keuangan seperti koperasi masih menimbulkan banyak keraguan. Banyak yang berargumen, kenapa koperasi harus ada nama syariahnya, padahal tata kelola koperasi juga sudah syariah.

Hal itu mengemuka dalam Diskusi Ekonomi Syariah Kontemporer  (DESK) yang digelar SEBI Islamic Business and Economics Research Center (SIBER-C) di kampus STEI-SEBI Depok, Jawa Barat, Jumat (10/6).

Diskusi rutin bulanan yang diselenggarakan oleh pusat kajian dosen STEI SEBI bekerja sama dengan mahasiswa penerima Beastudi Ekonomi Syariah Dompet Dhuafa kali ini mengusung tema “Pendayagunaan ziswaf (zakat infak sedekah dan wakaf) untuk pemberdayaan usaha mikro  ditinjau dari perspektif regulasi dan industri.”

Nara sumber sesi pertama adalah  Asisten Deputi Pembiayaan Syariah Kementrian Negara Koperasi dan UKM Drs  Tamim Saefudin yang meninjau dari perspektif regulasi dan Ketua IKOSINDO  H Ahmad Sumiyanto SE MSi  yang meninjau perspektif industri atau asosiasi.

 

Sesi kedua mengupas pendayagunaan ziswaf untuk permberdayaan usaha mikro dari perspektif fiqih dan akuntansinya. Nara sumbernya adalah dosen STEI SEBI  Dadang Romansyah SE Ak CA MM SAS  yang membahas dari perspektif akuntansi dan anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Dr  Oni Sahroni  Lc MA  yang meninjau dari perspektif fiqh.

Peserta dalam diskusi kali ini merupakan dosen STEI SEBI, mahasiswa semester dua sampai enam serta tamu undangan dari beberapa instansi tertentu.

Tamim Saefudin mengemukakan pentingnya  koperasi menyandang label syariah.  “Perlu diingat bahwa koperasi ini menyalurkan pembiayaan ke sektor bisnis bahkan sektor keuangan. Nah sektor penyaluran inilah yang nantinya dibedakan dalam hukum syariah,”  ujar Tamim Saefudin.

Ahmad Sumiyanto menjelaskan bahwa bicara perihal ziswaf harus memiliki visi redistribusi aset. Harta ziswaf harus segera diberdayakan untuk distribusi aset, karena keberkahan ziswaf akan hadir ketika harta tersebut ditasarrufkan dengan segera.

“Maka ketika harta ziswaf ini disalurkan untuk usaha mikro baik secara langsung atau melalui koperasi dan BMT terlebih dahulu, itu merupakan salah satu sarana menyalurkan kebermanfaatan harta ziswaf,” tegas Ahmad Sumiyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement