REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan modal penyertaan pada koperasi harus segera dilaksanakan sebagai solusi alternatif agar daya saing koperasi simpan pinjam tetap terjaga di tengah semakin murahnya suku bunga perbankan. Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo di Jakarta, konsep modal penyertaan pada koperasi, diharapkan akan dapat menurunkan suku bunga pada koperasi tanpa harus mengeluarkan subsidi bunga seperti yang dilakukan saat ini.
"Jika modal penyertaan pada koperasi dilaksanakan, diharapkan penerapan kebijakan suku bunga rendah dapat diterapkan secara bersamaan, baik penerapan oleh perbankan dengan skema subsidi dan diterapkan oleh koperasi tanpa subsidi dengan skema modal penyertaan," kata Braman di Jakarta, Sabtu (18/6). Ia mengatakan, kebijakan penerapan suku bunga rendah perbankan melalui kredit program menjadi 9 persen, ternyata memiliki dampak yang serius terhadap usaha simpan pinjam oleh koperasi.
Beberapa dampak langsung yang akibat penerapan kebijakan suku bunga rendah ini, sebagian anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mulai beralih mengakses pembiayaan ke perbankan. "Beralihnya anggota mengakses kredit ke perbankan tersebut menyebabkan terjadinya turbulensi portofolio penyaluran pinjaman koperasi kepada anggota, dan dikhawatirkan akan menurunkan daya saing usaha simpan pinjam oleh koperasi," katanya.
Menurut Braman, hal ini harus segera diantisipasi secara dini oleh Pemerintah khususnya Kementerian Koperasi dan UKM, agar keseimbangan pasar dapat tercipta secara berkeadilan dan memihak kepada Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.Sebagaimana aturan perundangan yakni UU Nomor 25/1992 tentang perkoperasian telah ditindaklanjuti dengan dua Peraturan Pemerintah yaitu PP Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dan PP Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.
"Sayangnya selama ini fokus perhatian Kementerian Koperasi dan UKM menitikberatkan kepada PP Nomor 9, sementara itu PP Nomor 33 belum diimplementasi dengan seksama," katanya. Ia mengatakan, untuk menanggulangi dampak penurunan suku bunga tersebut pihaknya mengusulkan agar segera dilaksanakan dan disosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi dan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal Penyertaan Pada Koperasi.
Pada praktiknya kajian yang telah dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM terhadap 600 Koperasi pada 10 provinsi sebagai responden menunjukan sebanyak 194 koperasi atau 32,33 persen dengan klasifikasi A, yaitu koperasi dengan potensi dukungan keseluruhan aspek tinggi, tetapi belum memanfaatkan modal penyertaan."Terdapat sebanyak 371 Koperasi atau 61,83 persen dengan klasifikasi B, yaitu koperasi dengan potensi untuk menerbitkan modal penyertaan adalah cukup, bahkan sudah menerbitkan modal penyertaan, tetapi belum seluruh persyaratan sudah terpenuhi," katanya.
Selain itu, terdapat sebanyak 35 koperasi atau 5,84 persen dengan klasifikasi B, yaitu koperasi dengan potensi untuk menerbitkan modal penyertaaan adalah rendah. "Kebijakan modal penyertaan kepada koperasi diharapkan mampu menjaga daya saing koperasi dan dapat diterapkan secara bersamaan dengan kebijakan suku bunga rendah," katanya.
Modal penyertaan untuk koperasi nantinya dapat berasal dari empat sumber yakni dari APBN, APBD, perseorangan, melalui badan hukum koperasi atau badan hukum lain. "Saya berharap agar gubernur/bupati seluruh Indonesia berusaha menerapkan kebijakan PP 33 tahun 1998 tentang modal penyertaan untuk koperasi sebagai implementasi kepedulian terhadap ekonomi kerakyatan koperasi dan UMKM," kata Braman.