REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton J Supit mengatakan bahwa pasokan daging ayam selama Ramadhan kelebihan stok. Dia membantah bahwa pasokan ayam sengaja ditimbun untuk menaikkan harga.
"Kalau ada yang bilang stok ayam ditimbun itu betul-betul tidak tahu lapangan. Ayam dipelihara 30 hari, kalau lebih kita rugi kasih makan," ujar Anton di Jakarta, Rabu (15/6).
Menurut Anton kecenderungan masyarakat Indonesia tidak mau mengkonsumsi ayam dengan ukuran terlalu besar. Minimal berat ayam yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yakni 1,6 kilogram. Perlakuan ternak ayam tidak bisa disamakan dengan sapi. Anton menjelaskan, ternak sapi perlu penggemukan sedangkan ayam di usia 30 hari sudah harus dipanen.
"Jadi tolong para otoritas di pemerintah, jangan asal ngomong juga. Lihat kondisi lapangan bagaimana sebenarnya. Kalau kayak gini bikin panik konsumen, bikin kacau pasar dan produsen sehingga nggak ada yang diuntungkan," kata Anton.
Anton menjelaskan, produksi DOC dalam sepekan mencapai 70 juta ekor padahal kebutuhannya tidak sampai 50 juta ekor. Menurutnya, pemerintah harus melakukan pendataan dengan benar sehingga konsumen dapat menerima harga yang adil. Menurutnya, harga pokok ayam yakni Rp 17 ribu sampai Rp 18 ribu. Setelah dipotong menjadi karkas harga pokok ayam menjadi Rp 27 ribu. Dengan demikian, wajar apabila harga jual ayam di pasar mencapai Rp 32 ribu.
Untuk membuat data yang signifikan, maka Kadin Indonesia akan melakukan inventarisasi data ke seluruh daerah saat enam bulan sebelum Ramadhan. Dengan demikian, kebutuhan barang pokok di setiap daerah dapat diketahui, dan memudahkan pengusaha untuk menyediakan pasokan. Selain itu, data tersebut nantinya juga dapat digunakan untuk memperbaiki masalah logistik.
"Sebagai produsen paling tidak kami mempersiapkan ekstra produksi antara 15 persen sampai 20 persen, setiap menjelang lebaran," kata Anton.