REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Setelah melonjak selama tiga hari berturut-turut hingga mencapai tingkat tertinggi 11-bulan, harga minyak dunia turun pada Kamis (9/6) atau Jumat (10/6) pagi WIB, karena para investor melakukan aksi ambil untung.
"Meskipun ada potensi penurunan kecil berkembang menjadi penurunan lebih signifikan, sejauh ini terlihat seperti koreksi teknis moderat menyusul tiga hari keuntungan daripada pembalikan besar," kata Tim Evans dari Citi Futures.
Kontrak acuan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, turun 67 sen menjadi berakhir di 50,56 dolar AS per barel, sehari setelah ditutup pada level tertinggi sejak Juli 2015. Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus, turun 56 sen menjadi menetap di 51,95 dolar AS per barel di perdagangan London.
"Sebuah aksi ambil untung kecil terjadi, tapi masih ada banyak kekuatan di pasar," kata Carl Larry dari Frost & Sullivan.
Larry memprediksi bahwa harga minyak bisa mencapai 55 dolar AS pada minggu depan. "Permintaan kuat, sementara pasokan mulai terlihat sedikit melemah. Kami mulai melihat animo sedikit lebih meningkat," ujarnya.
Harga minyak telah meningkat hampir dua kali lipat sejak menyentuh level terendah sejak 2003 pada Februari, dibantu oleh penurunan produksi AS dan pemangkasan produksi di Nigeria karena kerusuhan pemberontak, dan di Kanada akibat kebakaran hutan melanda kawasan penghasil minyak Alberta.
"Momentum yang ada, sentimen pasar, tidak adanya berita bearish dan penghentian pasokan yang masih cukup besar menunjukkan bahwa kenaikan harga akan terus berlanjut," kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan penelitian.
Mereka mencatat bahwa investor mengabaikan kenaikan produksi minyak mentah AS 10 ribu barel per hari pekan lalu, kenaikan pertama dalam 13 minggu terakhir.