Kamis 09 Jun 2016 03:03 WIB

Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Dinilai Berpotensi Tercapai

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Revisi Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (9/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Revisi Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi (PE) dalam rancangan perubahan APBN 2016 menjadi 5,2 persen. Angka ini naik 0,1 persen dibandingkan asumsi sebelumnya yang telah disepakati pemerintah dengan Komisi XI sebesar 5,1 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, 5,2 persen merupakan angka pertumbuhan perekonomian yang potensial dan masih bisa dicapai. Asalkan pemerintah mau bekerja keras untuk mencapainya.

Menurut Suahasil pertimbangan in‎i juga didapat dari masukan Bank Indonesia yang menyarankan bahwa ekonomi masih bisa tumbuh. Namun hal ini harus ditunjang dengan akselerasi belanja modal yang dipertahankan seperti kuartal I. "Di sisi kebijakan moneter sejak awal tahun makin akomodatif, selain itu masih ada ruang untuk lebih akomodatif lagi ke depan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi,” kata Suahasil di gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/6).

Suahasil menambahkan, pertumbuhan ekonomi ini sebesar 5,2 persen masih bisa tercapai dengan asumsi lain yang tidak berubah termasuk suku bunga untuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 5,5 persen, inflasi empat persen, dan nilai tukar rupaih Rp 13.500 per dolar AS.

Sedangkan dari sisi penerimaan perpajakan tetap mengacu pada usulan awal sebesar Rp‎ 1.527,1 triliun, atau turun Rp 19,5 triliun dari APBN 2016 sebesar Rp 1.546,6 triliun. Penerimaan perpajakan Rp 1.527,1 triliun ini terdiri dari PPh nonmigas Rp 819,5 triliun, PPh migas Rp 24,3 triliun, PPN dan PPnBM Rp 474,2 triliun, PBB Rp 17,7 triliun, pajak lainnya Rp 7,4 triliun, cukai Rp 148,1 triliun, bea masuk Rp 33,4 triliun, serta bea keluar Rp 2,5 triliun.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 5,2 persen secara tahunan, konsistensi dari belanja modal pemerintah saja tidak cukup. Sebab belanja modal baru mampu mendorong investasi pembangunan namun belum menyentuh konsumsi rumah tangga. Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat realisasi belanja sosial dan belanja desa untuk meningkatkan permintaan dan konsumsi pemerintah.

Perry menjelaskan, BI juga akan melakukan kebijakan makro prudensial yang lebih akomodatif agar dari sisi perbankan mampu menyalurkan kredit. Saat ini likuditas di perbankan sudah cukup namun permintaan kredit dari swasta belum tumbuh lantaran konsumsi rumah tangga belum tumbuh.

" Tapi masalahnya pelonggaran yang selama ini kami lakukan belum bisa dimanfaatkan perbankan untuk menyalurkan kredit karena belum ada demand, jadi kalau dilakukan pelonggaran lagi takutnya nanti berputar di sektor keuangan saja,” kata Perry.

Dia menambahkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 5,2 persen, harus ada satu masa dimana pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,3-5,4 persen. Angka ini kemungkinan bisa dicapai pada kuartal III atau IV.

“Kuartal-III nampaknya belum (mencapai 5,3-5,4 persen), tapi tergantung seberapa jauh tadi akselerasi belanja modal. Kuartal-II akan lebih tinggi karena basenya juga sudah tinggi tapi kayaknya belum sampai 5,3-5,4 persen. Kita perlu bangun optimisme dan perspektif kalangan pelaku usaha agar ada permintaan dalam negeri sambil mendorong kapasitas produkai lewat belanja modal,” kata Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement