REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Langkah pemerintah Presiden Joko Widodo yang ingin memperkuat kewenangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas disambut baik sejumlah kalangan. Meski demikian, dengan kewenangan baru, pemerintah juga harus melakukan pengawasan ekstra untuk kementerian tersebut. “Sebab, saat kewenangan alokasi anggaran berada di Bappenas dulu, sering terjadi tindak korupsi di kementerian tersebut. Hal ini yang tidak boleh terjadi kembali,” ujar pakar kebijakan publik Agus Pambagyo di Jakarta, Selasa (7/6).
Seperti diberitakan sebelumnya (Republika edisi 6 Juni 2016), pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah (PP) untuk penguatan Kementerian PPN/Bappenas. Langkah ini menggugurkan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin agar ada instruksi presiden sehingga Kementerian PPN/Bappenas dapat menentukan alokasi anggaran kementerian/lembaga (K/L), khususnya anggaran prioritas. Beleid tersebut telah masuk ke dalam tahapan finalisasi.
Menurut Agus, kewenangan Kementerian PPN/Bappenas dalam mengoptimalkan anggaran yang ada sesuai dengan perencanaan memang telah dilakukan pada masa orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Kewenangan ini menjadi sangat baik karena Bappenas bisa menjabarkan ke mana saja dana yang ada akan dialokasikan.
Dana yang diberikan ke K/L nantinya juga bisa lebih sinkron antara program satu dengan yang lain. “Ini balik lagi ke zaman dulu. Jadi, semua koordinasi ada di Bappenas. Kembali ke zaman dulu tidak apa-apa kalau memang lebih bagus,” kata Agus.
Agus menjelaskan, sejak masa reformasi, kewenangan Bappenas terkait alokasi dana mulai dipecah ke Kementerian Keuangan. Namun, langkah tersebut ternyata tidak berjalan sempurna.
Sebab Kementerian Keuangan tidak mengetahui semua program K/L yang bisa disinkronisasi untuk mendukung rencana kerja pemerintah (RKP). Sehingga saat ada satu K/L menjalankan program atau pembangunan, tapi pihak lain tidak melakukan program yang bisa menunjang pembangunan yang dilakukan kementerian lain.