Selasa 07 Jun 2016 16:05 WIB

Ada PNS Absen 100 Hari dalam Setahun, Rasionalisasi Dinilai Mendesak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi
Foto: Antara/Novrian Arbi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) merasa kebijakan rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga 1 juta orang sampai 2019 mendatang memang mendesak. Alasannya, pemerintah tidak akan mentoleransi PNS yang tidak memiliki integritas dalam bekerja dan produktivitas rendah.

Bahkan, Menpan RB Yuddy Chrisnandi mengungkapkan bahwa pihaknya mendapat laporan bahwa masih ada PNS yang absen selama 100 hari kerja dalam satu tahun. Hal inilah yang semakin membulatkan tekad Kemenpan RB untuk merampungkan pembahasan mengenai rencana rasionalisasi PNS dan akan segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.

"Bahkan dalam beberapa laporan yang masuk ke saya, dan juga kami bahas, banyak PNS yang absen sampai 100 hari dalam satu tahun, 35 hari saja sudah bisa diberikan sanksi, 45 hari sudah bisa diberhentikan. Ini ada yang sampai ratusan hari tidak masuk," kata Yuddy, di Jakarta, Selasa (7/6).

Yuddy menjelaskan, pihaknya akan membuat penilaian menyeluruh bagi semua PNS di Indonesia terkait dengan kinerja dan produktivitas selama ini. Apabila berdasarkan hasil penilaian ditemukan masih ada PNS yang tidak memenuhi standar penilaian yang ditetapkan Kemenpan RB, maka terpaksa PNS tersebut akan dirumahkan.

"Dirumahkan dalam artian mereka tetap diberikan gaji, akan diberikan katakanlah hak-hak pekerjanya namun kemudian kebutuhan pegawai lainnya akan digantikan oleh pegawai dengan hasil proses seleksi yang menjamin bahwa yang masuk punya integritas dan kualitas yang baik," kata Yuddy.

Hanya saja Yuddy menyebutkan bahwa kebijakan ini tidak akan dilakukan secara mendadak dan drastis. Nantinya tetap akan dilakukan sosialisasi dan pembahasan dengan Presiden. Ia juga menambahkan, bahwa dengan kesejahteraan PNS yang sudah lebih baik saat ini, pemerintah tidak ingin hal ini bertolak belakang dengan tingkat pelayanan dan pengabdian PNS.

"Jadi kalau kembali ke angka satu juta adalah angka simulasi yang kami tawarkan, untuk mendapatkan rasio pegawai yang paling pas untuk penuhi kebutuhan Indonesia dengan disiplin dan kompenetnsi yang baik agar tidak mubazir," katanya.

Meski begitu, Yuddy menyebutkan bahwa kebijakan rasionalisasi yang dibarengi dengan moratorium PNS, tidak lantas berarti dalam tiga tahun ke depan tidak ada penerimaan PNS baru. Ia menjelaskan, moratorium masih dilakukan dengan pengecualian untuk tenaga pendidikan, kesehatan, dan lingkungan perkerjaan yang menunjang program pemerintahan seperti tenaga ahli pembangunan infrastruktur, serta TNI dan Polri.

"Tetapi dalam jumlah yang tidak sebesar yang dulu. Jadi Pak Presiden katakanlah kalau yang keluar 100 yang masuk tidak lebih dari 50 orang. Jadi pendekatan tidak zero growth tetapi negative growth. Karena harus penuhi kebutuhan PNS terhadap jumlah penduduk atau 1,5 persen dan ini masih kita bahas terus," katanya.

Saat ini, kata Yuddy, pihaknya telah merampungkan skema simulasi rasionalisasi PNS ini dengan pihak lain termasuk dengan Biro Kerja Sama Luar Negeri (BKN) dan Komite Pengarah Birokrasi Nasional.

"Kami sedang buat laporan komprehensif untuk disampaikan ke Presiden. Kami akan minta izin kepada Presiden untuk lakukan rasionalisasi," ujarnya.

Saat ini, tercatat terdapat 4,5 juta PNS dan sebanyak 500 ribu orang di antaranya diperkirakan akan pensiun hingga 2019 nanti. Rasio ideal pegawai yang dibutuhkan oleh pemerintah pun hanya 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 3,5 juta PNS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement