REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sempat lesu sepanjang 2015, pertumbuhan industri perasuransian syariah mulai menunjukkan perbaikan. Hingga April 2016, pertumbuhan aset perasuransian syariah sudah mencapai 11 persen.
Direktur Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Muchlasin mengatakan, pada 2015 aset industri perasuransi syariah hanya tumbuh 18 persen dari Rp 22,364 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp 26,519 triliun pada Desember 2015. Padahal pertumbuhan aset industri perasuransian syariah sempat mencapai 39,7 persen di akhir 2014 dibandingkan akhir 2013.
Di empat bulan awal 2016 ini, OJK melihat ada tren perbaikan. Hingga April 2016, pertumbuhan aset perasuransian syariah sudah mencapai 11 persen dari Desember 2015 sebesar Rp 26,518 triliun menjadi Rp 29,169 triliun per April 2016.
''Harapan kami angka 18 persen bisa dilewati tahun ini,'' ungkap Muchlasin dalam konferensi pers Forum Ekonomi Keuangan Syariah di Kantor OJK, Jakarta, Senin (6/6).
OJK menilai lesunya pertumbuhan industri perasuransian syariah karena industri ini terkiat erat dengan perbankan syariah dan sektor riil. Saat sektor riil turun, perasuransian syariah ikut turun.
Selain itu, 60-70 persen produk asuransi jiwa adalah unit link. Pada 2015, IHSG turun dan berdampak pada turunnya nilai investasi peserta.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1 OJK Edy Setiadi menjelaskan, keuangan syariah berjalan seiring dengan sektor riil. Bila sektor riil maju, keuangan syariah juga maju. Keuangan syariah bereda dengan konvensional yang koneksinya dengan pasar uang.
''Harapan besarnya ada pada Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) untuk bisa mendorong. Di sana akan terkoordinir kebijakan terkait keuangan syariah,'' ungkap Edy.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang juga belum terbentuk meski sudah diamatkan undang-undang Nomor 34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Asuransi syariah dinilai juga harus kompetitif. Saat asuransi konvensional masuk jalur bancassurance, asuransi syariah harus muncul.