Selasa 31 May 2016 18:15 WIB

Kelebihan Pasokan Listrik Harus Diantisipasi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Pembangkit listrik
Foto: Edwin/Republika
Pembangkit listrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali diminta untuk lebih realistis dalam memasang target pemenuhan kebutuhan listrik yang tertuang dalam proyek listrik 35 ribu Mega Watt (MW). Kali ini, kritikan ini justru datang dari dalam Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Jokowi, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. 

Rizal mengungkapkan, pihaknya telah mempelajari sejak awal proyek ini diluncurkan bahwa angka 35 ribu MW ternyata tidak realistis. Angka wajar yang yang ia perhitungkan berada di kisaran 17 sampai 18 ribu MW, mempertimbangkan kebutuhan listrik nasional dan berbagai parameter termasuk pertumbuhan ekonomi. 

"Namun masih banyak di antara kita asalkan bos senang. Memberikan harapan berlebihan. Kalau 17-18 ribu MW dapat dicapai 5 tahun itu sudah pencapaian luar biasa. Soalnya 10 tahun pemerintahan SBY hanya berhasil membangun 10.200 MW," ujar Rizal saat menjadi pembicara dalam diskusi kelistrikan di Jakarta, Selasa (31/5). 

Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi pun saat ini telah menyadari adanya banyak kendala dalam upaya pengembangan listrik 35 ribu MW. Hal ini sedikit berbeda ketika di awal pemerintahan Presiden Jokowi begitu yakin akan target ambisius ini.

"Pak Presiden awalnya percaya 35 ribu MW itu masuk akal, tapi setelah diskusi dengan kami, beliau memahami banyak kendala untuk capai itu," katanya.

PLN, lanjut Rizal, juga dibebani pembayaran atas kelebihan daya listrik apabila proyek 35 ribu MW dipaksakan terlaksana. Ia mencatat, bila proyek ini diselesaikan dalam kurun waktu 5 tahun saja, maka akan ada kelebihan daya atas permintaan konsumen (excess demand). Artinya, setelah membangun pembangkit pun, PLN harus membayar listrik baik yang dipakai atau pun yang tidak tersalurkan.

"Hitungan kami kalau dilakukan maka PLN harus bayar tanpa listriknya dipakai 70 persen atau 10,7 miliar dolar AS per tahun. Ini jalan kesulitan keuangan PLN. Untuk membayar sesuatu yang tdiak digunakan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement