Selasa 31 May 2016 13:05 WIB

Rizal Ramli: Masih Banyak yang Asalkan Bos Senang

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli kembali menyinggung soal mega proyek listrik 35 ribu Mega Watt (MW). Kali ini, saat berbicara dalam forum diskusi kelistrikan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal menyebutkan kalau proyek listrik ini tidak realistis. 

Bahkan menurutnya, proyek pengembangan pembangkit listrik wajarnya sebesar 17 sampai 18 ribu MW untuk jangka waktu lima tahun, sampai 2019. "Kita sudah pelajari sebelumnya bahwa targetini kurang realistis. Paling banter 17-18 ribu MW. Masih banyak diantara kita asalkan bos senang. Memberikan harapan berlebihan," kata Rizal, Selasa (31/5). 

Rizal juga menilai, menjadi luar biasa bagi pemerintah kalau target 35 ribu MW bisa tercapai. Alasannya, pada pemerintahan Presiden SBY saja, selama 10 tahun pemerintahan baru bisa merealisasikan 10.200 MW. 

Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi pun saat ini telah menyadari adanya banyak kendala dalam upaya pengembangan listrik 35 ribu MW. Hal ini sedikit berbeda ketika di awal pemerintahan Presiden Jokowi begitu yakin akan target ambisius ini. 

"Pak Presiden awalnya percaya 35 ribu MW itu masuk akal, tapi setelah diskusi dengan kami, beliau memahami banyak kendala untuk capai itu," katanya. 

PLN, lanjut Rizal, juga dibebani pembayaran atas kelebihan daya listrik apabila proyek 35 ribu MW dipaksakan terlaksana. Ia mencatat, bila proyek ini diselesaikan dalam kurun waktu 5 tahun saja, maka akan ada kelebihan daya atas permintaan konsumen (excess demand). Artinya, setelah membangun pembangkit pun, PLN harus membayar listrik baik yang dipakai atau pun yang tidak tersalurkan. 

"Hitungan kami kalau dilakukan maka PLN harus bayar tanpa listriknya dipakai 70 persen atau 10,7 miliar dolar AS per tahun. Ini jalan kesulitan keuangan PLN. Untuk membayar sesuatu yang tdiak digunakan," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement