Kamis 26 May 2016 22:41 WIB

Hidup Bertetangga di Apartemen, Kenapa Tidak!

Apartemen Cairnhill Nine (ilustrasi)
Foto: cairnhillninecondo.sg
Apartemen Cairnhill Nine (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah tiga tahun Nina Isabelita tinggal di salah satu apartemen di kawasan Jakarta Selatan. Selama tiga tahun itu pula ia tidak mengetahui siapa penghuni di unit apartemen sebelahnya.

Bahkan untuk menyapa sekalipun agak sungkan. Maklum, semua penghuni apartemen seolah tertelan dengan kesibukan masing-masing.  "Mana kita tahu tetangga, jadi mau gonta-ganti atau enggak ya tidak tahu," cerita  Kinoy, sapaan akrab Nina kepada Republika.co.id.

Nina tinggal di apartemen dengan dua kamar. Ruang tamu dan dapur tampak menyatu. Rata-rata biaya kontrak di apartemen tersebut sudah berkisar Rp 3 sampai 6 juta per bulan.

Kendati terkesan minim interaksi sosial, Nina mengaku senang tinggal di apartemen. Aktivis pekerja sosial itu punya alasan tertentu mengapa memilih tinggal di apartemen. Menurut Nina, tinggal di apartemen semuanya ada, seperti belanja, restauran, laundry serta fasilitas lain.

Selain itu, lokasinya juga tak jauh dari pusat kota. Sehingga ia tak perlu waktu lama untuk sampai ke kantor.  "Saya tidak tahan macet dan lama-lama di jalan. Jadi pilih tinggal di dekat kantor," ujarnya. "Naik transportasi juga tak nyaman."

Wanita kelahiran Lampung itu masih melajang. Lantas, bagaimana kelak jika ia sudah menikah? Apakah akan tetap memilih apartemen sebagai tempat tinggal? "Kalau belum punyak anak tidak masalah tinggal di apartemen ketika sudah menikah. Namun, kalau sudah punya lebih baik punya rumah."

Ia berpendapat, apartemen yang dihuni saat ini tidak terlalu baik buat anak. Meski sudah ada fasilitas, namun Nina memandang tidak cukup. "Anak kan perlu interaksi sosial," tuturnya.

Pertumbuhan apartemen di Jakarta dan wilayah sekitar memang terbilang cukup pesat.  Konsultan properti terkemuka Colliers International mencatat, sampai akhir tahun lalu jumlah unit apartemen yang dipasarkan di kawasan DKI Jakarta mencapai 156.907 unit. Namun dari jumlah itu tak sampai 30 ribu unit yang berstatus serah terima.

Pengamat perkotaan Bakti Setiawan mengatakan, apartemen memang memberikan sejumlah keuntungan seperti penggunaan lahan yang minim dibandingkan rumah pada umumnya.

Namun hal yang perlu digarisbawahi dari pemilik apartemen adalah bagaimana membangun aspek sosial. Karena harus diakui tinggal di apartemen masih merupakan hal baru bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia.  "Jadi harus dipastikan bagaimana memastikan apartemen secara fisik dan ekologi tidak terpisahkan oleh lingkungan sekitar," ujarnya.

Ia pun mendorong pengelola apartemen melakukan optimalisasi fasilitas sosial dan fasilitas umum. Tidak hanya antar warga apartemen, tetapi juga dengan lingkungan sekitar. Optimalisasi fasilitas sosial, seperti ruang terbuka hijau tentu akan baik untuk membaurkan warga. Diharapkan masyarakat bisa lebih saling mengenal satu sama lain. Pengelola apartemen juga harus aktif dalam upaya pembauran tersebut. 

Erwin Karya Associate Direktor Ray White mengatakan, tinggal di apartemen khususnya di kota-kota besar merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Hal ini mengingat, jumlah lahan yang terbatas dan semakin mahal.  "Kita lahir dengan konsep di tanah, tentu untuk tinggal di apartemen merupakan budaya baru," ujarnya.

Ia yakin masyarakat bisa lebih saling membaur jika pengelola apartemen memberikan fasilitas terbaik. Fasilitas penting di antaranya yakni ruang terbuka hijau. Di Jakarta, ruang terbuka hijau sudah menjadi kewajiban bagi para pengembang. Hanya saja yang paling penting bagaimana ruang terbuka ini menjadi tempat berinteraksi.

Ia juga menyoroti konsep one stop living. Dengan konsep ini, masyarakat dimanjakan dengan beragam fasilitas, seperti pasar modern, olahraga, hipermarket atau yang lainnya. "Fasilitas kunci sosialiasi bisa terjadi," ujarnya.

Fasilitas-fasilitas penting ini dapat mendorong terbentuknya komunitas-komunitas di antara warga apartemen.  Selain fasilitas hal lain yang tak kalah penting adalah bisa terintegrasi dengan jaringan transportasi. Semua harus terintegrasi dengan baik.

Berbicara fasilitas, Singapura bisa menjadi contoh pengembangan apartemen di Indonesia. Salah satunya yakni apartemen CairnHill Nine yang dibangun CapitaLand.  Sesuai dengan filosofi yang dibangun yaitu Building People Building Community, CairnHill Nine tidak ingin terhenti sekadar sebagai hunian pencakar langit.

Cairnhill juga peduli terhadap kehidupan para penghuni. Hal itu penting guna membangun keharmonisan antar individu penghuni apartemen. Baik individu lajang, pasangan muda, maupun keluarga dengan berbagai latar belakang profesi.   “Cairnhill Nine memberikan perhatian khusus terhadap kehidupan sosial warga," ujar Presiden dan CEO CapitaLand Limited, Lim Ming Yan.

Cairnhill berada tak jauh dari Orchard Road yang menjadi pusat perbelanjaan Singapura. Sebut saja ION Orchad, Paragon dan Ngee Ann City Shopping. Bangunan 30 lantai ini memiliki sejumlah fasilitas penting, seperti kolam renang, tempat bermain anak, tempat spa, fasilitas olah raga luar, fasilitas bermain anak hingga area barbeque.

Dengan fasilitas itu warga apartemen dapat dengan mudah berbaur satu sama lain. Cairnhill juga memiliki hubungan langsung dengan Paragon dan cukup dekat dengan Rumah Sakit Mount Elizabeth. Apartemen yang terintegrasi ini juga tak jauh dari kedutaan maupun kantor konsulat. 

Menurut Erwin, sistem terintegrasi mau tak mau harus ditawarkan kepada konsumen. "Lokasi, konsep, dan fasilitas menjadi hal penting yang harus dilihat konsumen sebelum membeli apartemen."

Fasilitas dan strategi pengembangan dari pengelola untuk menyatukan penghuni apartemen sangat penting sehingga konsumen seperti Nina ataupun mereka yang telah berkeluarga bisa merasakan kenyamanan tinggal tinggal di apartemen senyaman tinggal di rumah tapak. Tinggal di apartemen tanpa kehilangan nuansa bertetangga serta berkomunitas.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement