Kamis 26 May 2016 16:07 WIB

Petani Brebes Beralih Gunakan Benih Unggul Bawang Merah

Petani memeriksa tanaman bawang merah di area persawahan Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Brebes, Jawa Tengah, Senin, (11/4). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petani memeriksa tanaman bawang merah di area persawahan Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Brebes, Jawa Tengah, Senin, (11/4). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, kini mulai beralih menggunakan benih unggul. Benih unggul menjadi andalan petani untuk meraih hasil panen lebih banyak dengan biaya produksi yang lebih murah.

Ketua Kelompok Tani Desa Sitanggal, Kecamatan Larangan, Brebes, Yus Badruzaman, membandingkan penggunaan benih unggul dengan benih umbi. "Kalau menggunakan umbi biayanya sekitar Rp 45 juta per hektare, sedang benih atau biji unggul hanya sekitar Rp 5 juta," ujar dia di Jakarta.

Yus berada di Jakarta  mengikuti kegiatan seminar dan pameran bertajuk "Financial Inclusion bagi Petani".  Sebanyak 30 hingga 40 persen kebutuhan bawang merah nasional dipasok dari Brebes.

Yus mengatakan hasil panen benih unggul juga jauh lebih banyak. Setiap satu hektare lahan bawang merah benih unggul mampu menghasilkan 13 ton. Dalam kondisi optimal, produksinya bahkan bisa mencapai 15-20 ton.

Adapun benih  umbi hanya menghasilkan 12 ton per hektare. Hasil yang lebih besar itulah yang menarik petani di Brebes untuk mulai beralih menggunakan benih unggul. 

Salah satu benih unggul bawang merah yang banyak dipergunakan petani di Brebes adalah "Tuk-Tuk" produksi PT East West Seed Indonesia (Ewindo). "Namun untuk menanamnya harus memiliki teknik khusus agar bawang merah yang dihasilkan tidak terlalu besar," kata Yus.

Konsumen di Tanah Air, Yus mengatakan, menyukai bawang merah yang ukurannya tidak terlalu besar. Untuk itu ada beberapa cara untuk menyiasatinya seperti waktu tanam bukan saat musim hujan serta  jarak tanamnya dibuat lebih pendek.Teknik bertanam seperti itu membuat benih bawang merah "Tuk-Tuk" lebih hemat menggunakan pestisida.

Namun seperti di daerah produsen lain, Yus mengemukakan, fluktuasi harga bawang merah menjadi persoalan serius bagi petani. Harganya terkadang jatuh sangat rendah sehingga merugikan petani. Dengan alasan itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengatur tata niaga bawang merah.

Yus berharap harga bawang merah bisa dikelola sehingga tidak terlalu rendah dan membuat petani rugi atau terlalu tinggi sehingga memberatkan konsumen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement