REPUBLIKA.CO.ID,SEMARAN G-- Para petani cengkih terus mengeluhkan harga jual hasil produksi yang tak kunjung menggembirakan. Problem ini sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan mereka.
Di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, sebagian petani cengkih bahkan mulai ancang- ancang untuk beralih tanam, demi meraup hasil yang lebih menjanjikan. Karena tanaman cengkih bukan lagi menjadi komoditas andalan di wilayahnya. "Banyak persoalan dalam mempertahankan tanaman cengkih," ungkap Karsidi (57 tahun), petani di Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Rabu (26).
Ia menjelaskan, sekarang ini proses pemeliharaan tanaman cengkih menjadi tidak mudah. Selain kurang tahan terhadap penyakit, hasilnya pun kurang menjanjikan bagi petaninya.
Saat ini, tambah Karsidi, harga cengkih kering belum beranjak jauh dari Rp 70 ribu per kilogram. Belum lagi siklus panen tanaman ini juga semakin tidak menentu.
Persoalan petani semakin bertambah, ketika cengkih yang dihasilkan tiap pohon juga terus menyusut. "Sepertinya sulit untuk tetap mempertahankan cengkih," ujarnya.
Persoalan yang dihadapi para petani cengkih ini mendapatkan perhatian serius dari Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, Ikhsan Mustofa SE. Menurutnya, para petani cengkih idealnya memiliki lembaga yang kokoh sekalipun pada tataran terkecil, seperti kelompok tani (poktan). Hal ini dimaksudkan agar petani cengkih memiliki posisi tawar yang kuat.
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani cengkih dan meminimalisasi permasalahan yang terjadi, ujarnya, perlu ada dukungan kelembagaan, seperti halnya poktan, yang kuat. Poktan diharapkan dapat mengakomodir para petani. Oleh sebab itu, organisasi yang mewadahi para petani cengkih ini harus meningkatkan perannya.