REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai sebagian besar masyarakat sering menghindar untuk membayar pajak sehingga mencari negara surga pajak. Namun menurut dia, Indonesia bukanlah negara yang memberikan pajak yang terlalu tinggi maupun rendah.
"Kalau Indonesia saya kira ditengah-tengah lah, bukan surga bukan neraka juga," katanya di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/5).
Menurut JK, pendapatan negara dari hasil pajak memang tidak sebesar negara lain. Namun tarif pajak yang ditetapkan pun juga tak serendah seperti di negara Singapura, ataupun tinggi seperti di negara Skandinavia atau Amerika Serikat.
Ia pun mendorong agar penerimaan negara dari hasil pajak dapat ditingkatkan. Sebab, pendapatan pajak sangat penting untuk membiayai pembangunan di tanah air dan memberikan kesejahteraan masyarakat.
"Kalau riwayat romawi kuno mengatakan, suatu negara untuk kuat butuh tentara. Tentara yang kuat butuh kuda yang baik yang banyak. Untuk membiayai serdadu dan kuda harus ada yang baik dan yang bayar itu lewat pajak. Itulah pentingnya pajak. Untuk negara kuat," ujarnya.
Lebih lanjut, untuk menerapkan pajak yang baik, maka diperlukan keseimbangan antara pajak dan bisnis. JK mengatakan, pajak yang terlalu tinggi pun dapat merusak iklim investasi. Namun, pajak yang rendah juga dapat menghambat pertumbuhan dan pembangunan dalam negeri.
"Jadi pada dasarnya formula pajak ialah bagaimana membuat keseimbangan, keseimbangan antara penerimaan dan investasi, keseimbangan untuk menjaga keadilan antara orang kaya dan orang yang kurang, keseimbangan untuk menjaga daerah yang mampu dan daerah yang tidak mampu, keseimbangan untuk jangan negara terlalu besar boros, dan keseimbangan juga untuk menjaga rakyatnya untuk mampu dan tidak mampu," jelasnya.
JK menyampaikan, untuk meningkatkan pendapatan negara dari hasil pajak, maka diperlukan perbaikan sistem informasi teknologi, khususnya data pembayar dan penerimaan pajak. Sehingga, dapat tercipta pertumbuhan yang adil di masyarakat.