Selasa 03 May 2016 19:47 WIB

Aturan MEA Dinilai tak Jelas Soal Sertifikasi Profesi

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Pekerja Indonesia dituntut siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja Indonesia dituntut siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia menilai jika dalam aturan kesepakatan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), harus ada aturan rinci mengenai sertifikasi profesi. Hal ini dinilai krusial agar masyarakat Indonesia bisa bersaing di negara lain.

"Kurang koordinasi antara pimpinan negara-negara ASEAN. Belum jelas bagaimana MoU MEA ini bagaimana tenaga kerja yang masuk ke sana. Seharusnya sertifikasi kita diakui oleh negara-negara ASEAN. Harus punya persetujuan. Sehingga kalau sudah keluar sertifikat, semua negara-negara itu harus menerima," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat, di Jakarta, Selasa (3/5).

Mirah menjelaskan, di era MEA ini diperlukan sertifikasi untuk dapat bekerja di negara ASEAN lainnya. Namun, belum jelasnya aturan tersebut menyebabkan ada kekhawatiran jika tenaga kerja Indonesia akan sulit bersaing. Sebab, sertifikat yang dikeluarkan di Indonesia masih belum dapat diterima di negara lain.

"Karena ketika kita sudah mempunyai sertifikasi, itu belum tentu sertifikasi itu diterima oleh Filipina. Karena negara itu punya standar kompetensi sendiri dan harus dites dulu di sana. Sebenarnya indonesia juga harus menerapkan itu. Ketika ada tenaga kerja datang ke Indonesia, kita sudah harus mensyaratkan itu," tuturnya.

Padahal secara ilmu, kata Mirah, tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja dari ASEAN. Selain itu, menurut Mirah, pemerintah khususnya Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) masih kurang sosialisasi terkait pentingnya sertifikat dan bagaimana memperolehnya. Sehingga, saat ini masih banyak tenaga kerja yang tidak memiliki sertifikasi profesi.

"BNSP sudah ada. Namun keberadaannya belum terasa oleh para tenaga kerja Indonesia. Karena sosialisasi yang dianggap kurang. Mereka selalu berkilah ada website. Padahal tidak semua orang memiliki itu. Harusnya BNSP bekerja sama dengan serikat pekerja dan profesi," ujarnya.

Untuk itu,  pihaknya dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berniat membuat Lembaga Sertifikasi Profesi. Lembaga ini nantinya akan memperkuat koordinasi antarpemerintah dan profesi agar para tenaga kerja dapat memiliki sertifikat yang meningkatkan daya saing mereka.

Meski begitu, tanpa sertifikat tersebut, Mirah meyakini jika para tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dengan orang luar.  "Karena banyak WNI yang bekerja di luar negeri karena mereka lulus tes kompetensi disana. Jadi memang ilmu kita tidak kalah," ujarnya.

Baca juga: OJK Nilai Pengembangan UMKM Bisa Hadapi MEA

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement