REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Meningkatnya pembayaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dianggap memberatkan masyarakat. Namun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mengatakan, kenaikan biaya pembayaran tersebut bukan tanpa alasan. Melainkan karena biaya kesehatan juga meningkat.
Pasalnya sejak ada BPJS Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), masyarakat yang tadinya tidak berani berobat, jadi berani berobat ke rumah sakit. Kondisi ini membuat pasien melimpah sehingga instansi kesehatan tidak bisa memberikan pelayanan dengan baik.
“Karena kondisi itulah kami membuat kalkulasi seperti itu (menaikan biaya pembayaran BPJS Kesehatan),” ujar Rini saat ditemui di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Jumat (18/3). Namun begitu, menurutnya, saat ini Presiden Joko Widodo masih menerima masukan soal besaran iuran BPJS Kesehatan.
“Presiden tetap mendengarkan pendapat soal BPJS,” ujarnya. Rini mengemukakan, adapun strategi yang dilakukan pemerintah untuk menekan biaya kesehatan masyarakat adalah dengan membudayakan kebiasaan hidup sehat.
Sebelumnya, iuran BPJS diumumkan naik. Kenaikan tersebut sesuai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Adapun kenaikan iuran per bulan Jamkesda atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didaftarkan pemda dari sebelumnya sebesar Rp 19.225 menjadi Rp 23 ribu. Untuk peserta mandiri, semua kelasnya mengalami kenaikan besaran iuran per bulan. Untuk peserta JKN kelas I, iuran yang sebelumnya sebesar Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu.
Untuk iuran per bulan peserta JKN yang memilih fasilitas kelas II, yang semula sebesar Rp 42.500 kini menjadi Rp 51 ribu. Adapun iuran per bulan untuk peserta JKN kelas III, sebelumnya sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.