Jumat 11 Mar 2016 16:09 WIB

Indonesia Bisa Dominasi Pasar Eropa dengan SVLK

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia berpeluang mendominasi pasar produk kayu tropis di wilayah Uni Eropa. Hal tersebut seiring akan diakuinya sertifikat legalitas kayu (SLK) yang diterbitkan berdasarkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA).

“Jika nantinya diakui, produk kayu Indonesia tak perlu lagi melewati prosedur uji tuntas yang makan waktu serta biaya untuk masuk ke pasar Uni Eropa,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Putera Parthama usai membuka stan Indonesia Legal Wood pada Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2016, di Jakarta, Jumat (11/3).

Pengakuan SLK sebagai lisensi FLEGT sempat terhambat dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89 Tahun 2015, yang mengecualikan produk-produk furnitur dari kewajiban SVLK. Namun menurut Putera, saat ini Permendag tersebut sedang dalam tahap evaluasi. Komunikasi intensif antar Kementerian LHK, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Perindustrian terus dilakukan.

Pengakuan sebagai lisensi FLEGT merupakan bagian dari perjanjian kemitraan sukarela untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola dan perdagangan sektor kehutanan antara Indonesia dan Uni Eropa yang diteken pada September 2013. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut Indonesia mengembangkan SVLK untuk memastikan seluruh kayu dan produk kayu yang diekspor berasal dari sumber yang legal. SVLK berjalan dengan melibatkan multipihak untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi dari sistem tersebut.

Sebagai timbal baliknya, Uni Eropa harus memastikan seluruh produk kayu yang masuk ke wilayahnya bukan berasal dari pembalakan dan perdagangan liar. Uni Eropa pun kemudian memberlakukan regulasi importasi kayu yang mewajibkan produk kayu memiliki dokumen legalitas yang diakui atau harus melewati prosedur uji tuntas.

Putera menegaskan Uni Eropa serius dengan penerapan regulasi importasi kayu. Terbukti, mereka baru saja memberi sanksi atas salah satu importir kayu Belanda yang berupaya memasukan sejumlah kayu ilegal asal Kamerun. “Keseriusan Uni Eropa adalah berita bagus bagi Indonesia yang telah memiliki SVLK,” katanya.

Putera pun mengajak semua pelaku usaha termasuk furnitur untuk segera mengikuti audit SVLK. Pada stan Indonesia Legal Wood yang didukung Multistakeholder Forestry Programme (MFP) III, terdapat 15 industri kecil dan menengah (IKM) furnitur dan mebel yang secara khusus mempromosikan penggunaan kayu legal. “Langkah 15 IKM tersebut diharapkan diikuti oleh IKM lainnya untuk segera melakukan sertifikasi legalitas kayu agar peluang yang ada tak sia-sia,” katanya.

Saat ini Indonesia menguasai sekitar 40 persen pangsa pasar kayu tropis di Eropa. Menurut data Sistem Informasi Legalitas Kayu ekspor Indonesia ke Uni Eropa sejak Januari 2013-Desember 2015 mencapai 211, 9 juta dolar AS atau sekitar 9,23 persen dari total yang mencapai 22,5 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement