Kamis 10 Mar 2016 10:40 WIB

Sistem Ketaatan Pajak Harus Ditegakkan

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ismail Lazarde
pajak
Foto: ditjen pajak
pajak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus menegakkan sistem ketaatan pajak yang selama ini kurang dipatuhi. Penegakan perbayaran wajib pajak bisa meningkatkan dana pemerintah untuk kembali dialokasikan kepada masyarakat.

Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam, mengatakan, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sudah semestinya melakukan penegakan terhadap wajib pajak yang selama ini mangkir dari pembayaran pajak. Kepatuhan pajak nantinya dipastikan bisa menjadi salah satu penyumbang dana untuk program pemerintah yang akan berimplikasi kepada masyarakat.

“Tapi, penegakan-penegakan hukum untuk pajak ini harus adil dan tidak semena-mena. Untuk meningkatkan kepatuhan pajak, maka Undang-Undang KUP, PPn,dan PPh juga perlu direvisi. Karena sistem peradilan pajak harus diperbaiki,” ujar Ecky di Jakarta, Rabu (9/3).

Saat ini, Kementerian Keuangan berusaha mengoptimalkan 4.551 fungsional pemeriksa dan penyidik pajak dalam meningkatkan wajib pajak (WP). Sebab, selama ini wajib pajak dianggap masih diabaikan sehingga penerimaan negara dari pajak masih sangat rendah. Pengoptimalan ini juga akan dilakukan untuk mengantisipasi penerimaan pajak melalui pengampunan pajak (tax amnesty) yang rancangan undang-undang (RUU)-nya masih dibahas di DPR.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menuturkan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan sejumlah institusi penegak hukum dalam menyukseskan capaian tersebut. Baik kepolisian, TNI, hingga Badan Intelijen Negara (BIN) diyakini akan membantu dalam mengefektifkan pemeriksaan dan penyidik untuk perpajakan.

Mengenai pelibatan polisi, TNI, dan BIN, Ecky menilai, institusi tersebut nantinya harus ditepatkan sebagai lini pembantu, tidak langsung terlibat karena ditakutkan bertabrakan dengan UU Polri, TNI, dan perpajakan. Pada 1980-1990, memang terdapat kerja sama antara Ditjen Pajak dan pihak di luar Ditjen Pajak. Hasilnya pun cukup baik dan memengaruhi penerimaan pajak.

Ketua Umum Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) Gunadi mengatakan, keinginan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak masih akan terkendala dengan minimnya data yang dimiliki Ditjen Pajak. Padahal, data menjadi faktor kunci Ditjen Pajak untuk memaksimalkan kinerja fungsional pemeriksa guna mengumpulkan dana dari wajib pajak.

“Kalau hanya mengandalkan banyaknya personel, tetap saja akan sulit,” ujar Gunadi, Rabu (9/3).

Perubahan sistem ini, papar Gunadi, adalah perbaikan data yang harus diperbarui oleh Ditjen Pajak. Menurut Gunadi, saat ini sistem data yang ada di Ditjen Pajak sudah terlalu lama tertinggal. Hasilnya, data yang ada di Ditjen Pajak hanya mempunyai peserta wajib pajak yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Padahal, peserta wajib pajak di Indonesia yang belum terdapat di Ditjen Pajak sangatlah banyak, baik perorangan maupun perusahaan.

Mengenai pemberlakuan pengampunan pajak, Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno menyatakan, PAN mendukung disahkannya RUU Tax Amnesty menjadi UU. Menurut dia, pengampunan pajak diharapkan akan menarik dana wajib pajak yang “diparkir” di luar negeri. Selain itu, pengampunan pajak juga berpotensi menambah jumlah wajib pajak baru.

Kendati demikian, Eddy melanjutkan, jika RUU Tax Amnesty disahkan, pemberlakuan pengampunan pajak tersebut harus diikuti dengan reformasi di sektor perpajakan. Reformasi pajak harus dilakukan karena 70 persen penerimaan negara berasal dari pajak. “Jadi, ke depan penerimaan pajak harus canggih, harus online. SDM pajak dan perangkat lunaknya juga harus dibenahi,” ujarnya.

Reformasi pajak, kata Eddy, juga dapat dilakukan dengan pemerintah mempertimbangkan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan. Alasannya, ke depan peran dan posisi sektor pajak akan semakin strategis sebagai kontributor bagi penerimaan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement