REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Muladno menginstruksikan afkir dini atau pemusnahan massal unggas sebanyak 6 juta ekor. Tujuannya untuk mengkatrol harga ayam di tingkat peternak dari kejatuhan akibat ekspansi pasokan yang berlebihan.
Namun, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium adanya praktik kartel dan meminta dilakukan penghentian afkir. KPPU juga memperkarakan praktik tersebut ke meja pengadilan.
"Afkir ini merupakan bagian dari upaya konsolidasi peternak bersama perusahaan untuk menyikapi jeritan peternak kecil, tapi dibilang KPPU sebagai kartel," kata Muladno melalui sambungan telepon dalam Diskusi Publik Bincang-Bincang Agraria (BBA) bertajuk "Ternak Unggas: Kartel atau Monopoli?", Senin (7/3).
Instruksi afkir massal anak ayam dan ayam besar tidak dilakukan secara tiba-tiba. Muladno menyebut, sebelumnya telah belasan kali pertemuan membahas masalah over supply ayam sejak ia belum menjadi Direktur Jenderal.
"Semua peternak bilang afkir dini sebagai salah satu solusi tercepat, maka saya lakukan agar peternak kecil terjawab keluhannya," lanjutnya.
Ia berharap praktik afkir dini bisa terus dilanjutkan sebagai upaya penyelamatan bagi peternak. Meskipun, KPPU memperkarakannya sebagai praktik kartel.
"Saya siap-siap saja kalau itu terbukti kartel, tapi ini bukan kartel," katanya.
Selain afkir dini unggas, solusi jangka pendek mengkatrol kejatuhan harga ayam di tingkat petani yakni dengan melakukan operasi pasar. Di mana, pemerintah membeli ayam dari peternak dengan harga yang lebih baik. Lalu ayam-ayam tersebut dijual lagi dengan harga normal.
Seperti diketahui, peternak unggas menyatakan sejak Januari hingga Februari 2016 terjadi over supply produksi anak ayam (DOC) dan ayam besar. Harga ayam terperosok sehingga merugikan para peternak rakyat rata-rata Rp 10-11 ribu per kilogram hidup dalam tiga pekan belakangan. Peternak bahkan sempat melakukan unjuk rasa di depan Istana Presiden pekan lalu.
Afkir dini dinilai sebagai solusi jangka pendek namun praktik tersebut dihentikan karena dinilai sebagai praktik kartel. Di sisi lain, afkir dini bibit ayam atau parent stock (PS) juga belum memiliki payung hukum selain surat edaran Direktorat Jenderal Peternakan Kementan.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk melakukan afkir dini sebanyak 6 juta ekor bibit ayam. Tahap pertama sebanyak 2 juta ekor, tahap berikutnya 1 juta ekor, dan tahap final sebanyak 3 juta ekor. Kegiatan ini dilakukan melalui tiga tahap sejak Oktober 2015. Namun tahap III sebanyak tiga juta ekor di Januari terhenti atas permintaan KPPU yang ingin melakukan evaluasi.