REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori mengungkapkan, pada tahun ini ada satu bank syariah yang telah mengajukan hedging (lindung nilai) untuk kebutuhan keuangan nasabah.
"Baru satu bank yang ajukan hedging. Tapi masih dikaji, apakah sudah sesuai dengan fatwa dari DSN (Dewan Syariah Nasional). Kita klarifikasi kembali ke mereka," ungkap Buchori, Kamis (3/3).
Buchori mengatakan, hedging itu perlu untuk memitigasi risiko atas perubahan nilai tukar, sehingga banyak bank syariah yang berminat untuk melakukan hedging. Namun, hanya satu bank yang sudah mengajukan langsung. Menurutnya, pengajuan oleh satu bank syariah ini semacam tes bagi bank syariah lainnya sebelum ikut mengajukan.
"Ini menjadi semacam tes, kalau satu ini lancar yang lain mengikuti," katanya.
Dalam rangka mengendalikan permintaan valas agar permintaan valas itu lebih terkendali, dilakukan hedging syariah khusus untuk sektor keuangan syariah. Sehingga Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan BI (PBI) 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah (Hedging Syariah).
Direktur Program Pendalaman Pasar Keuangan BI, Edi Susianto mengatakan, upaya menjaga stabilisasi rupiah melalui PBI Hedging Syariah ini dilatarbelakangi oleh peningkatan utang luar negeri yang tidak di-hedge, kondisi neraca perdagangan, perlambatan dan ketidakstabilan ekonomi global serta adanya perubahan kebijakan Federal Reserve AS.
Perlunya BI menerbitkan aturan ini juga terkait dengan pasar valas domestik yang masih rentah terhadap market shock hingga adanya dominasi BUMN dalam pembelian valas di transaksi spot.