Senin 29 Feb 2016 15:07 WIB

Kurangi Kebakaran Lahan, Perusahaan Swasta Inisiasi Desa Bebas Api

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Kebakaran lahan gambut (ilustrasi)
Foto: Antara
Kebakaran lahan gambut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan pulp dan kertas tingkat dunia Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL Group) menginisiasi "Desa Bebas Api" sejak 2013. Hal ini karena perusahaan swasta yang mengantongi izin usaha hutan tidak mau berkali-kali menelan kerugian besar setiap kali terjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Desa Bebas Api merupakan pembangunan gerakan menggandeng langsung masyarakat setempat agar bekerja sama mencegah kebakaran hutan.

"Kita tidak mau terus-menerus dalam keadaan tidak pasti, bergantung pada hujan agar tidak ada kebakaran, harus ada sistem seperti yang tengah kita bangun saat ini," kata APRIL Group Indonesia Operations Managing Director Tony Wenas dalam pembukaan Technical Workshop Desa Bebas Api di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Senin (29/2).

Pada 2016, APRIL Grup meneruskan program tersebut melibatkan 20 desa di sepanjang sungai Kampar, Riau. Anggaran yang dialokasikan yakni 1 juta dolar AS. Sebelumnya, APRIL telah berhasil melakukan program percontohan dengan melibatkan sembilan desa pada 2015.  Gerakan tersebut ingin ditularkan kepada perusahaan swasta lainnya terutama perusahaan pemegang konsesi agar turut mengaplikasikan konsep Desa Bebas Api. "Tujuan akhir program ini adalah tercipta kesadaran masyarakat untuk menjaga lahan dan hutan dari kebakaran,” ujarnya.

Pada 2015, APRIL membina sembilan desa dengan jumlah lahan terbakar seluas seribu hektare. Program digulirkan dimulai dengan tahap sosialisasi. Hasilnya, lahan terbakar berkurang hingga 500 hektare di 2014. Pengurangan lahan terbakar meningkat pada 2015 menjadi hanya sekitar 50 hektare saja.

Salah satu penerima bantuan dari Program Desa Bebas Api 2015 yakni Desa Kualapanduk, Pelalawan Riau. Kepala Desa setempat, Tomjon mengungkapkan, program tersebut sangat membantu karena memberi solusi ketika masyarakat dilarang membakar. "Kalau membakar lahan untuk berladang, lebih murah biayanya, lahannya juga subur otomatis," katanya.

Tapi semenjak ada larangan membakar, mereka pun terbantu dalam membuka lahan karena perusahaan menyediakan alat berat untuk mencacah tumbuhan liar di lahan. Ia mengaku pada awalnya sulit mengubah kebiasaan masyarakat membakar lahan untuk bercocok tanam. Namun selama tidak merugikan ekonomi masyarakat, konsep berladang tanpa bakar diaplikasikan sehingga menekan tingkat kebakaran lahan.

Hal senada diungkapkan Kepala Desa Teluk Binjai, Pelalawan Riau Musri Efendi. Biaya pembukaan lahan untuk bercocok tanam tanpa bakar bisa mencapai Rp 5 juta. Sementara jika membakar, biayanya hanya Rp 1 juta. "Biasanya lahan dibakar untuk menanam jagung, padi dan sawit," katanya. Tapi dengan bantuan swasta, mereka bisa membuka lahan tanpa bakar, namun tidak mengganggu perekonomian desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement