Kamis 25 Feb 2016 13:07 WIB

Korea Selatan Lirik Bank Syariah RI

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Perbankan syariah.  (ilustrasi)
Foto: Republka
Perbankan syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, tidak hanya negara Timur Tengah dan Malaysia, kini Korea Selatan pun dikabarkan melirik investasi perbankan syariah di Indonesia.

"Non-Timur Tengah, justru Korea ingin masuk ke syariah. Siapa tahu mereka melihat bisnis syariah bagus di Indonesia, yang penting menguntungkan," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon, Rabu (24/3) sore.

Meski mendengar jika negara tersebut tertarik pada perbankan syariah di Indonesia, menurut Nelson, belum ada pihak bank Korea Selatan yang secara resmi datang menemui pihaknya.

"Saya baru dengar aja yang Korea, belum resmi datang ke kita. Yang resmi dari Timur Tengah sama Malaysia," kata Nelson.

Nelson mengungkapkan, beberapa negara yang berinvestasi di perbankan syariah, yaitu negara-negara Timur Tengah, seperti Qatar, Dubai, Uni Emirat Arab, kemudian Malaysia. "Malaysia dari dulu," katanya.

Sebelumnya, International Finance Corporation (IFC) dikabarkan melirik industri keuangan syariah. Nelson mengaku hanya mendengar kabar tersebut, tapi pihak IFC belum secara resmi menyatakan keinginan mereka ke OJK. "Mereka dengar-dengar mau masuk, tapi di luar IFC memang banyak," ujarnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menambahkan, dalam rangka konsolidasi bank-bank syariah, dimungkinkan strategic investor. Jadi, ia mempersilakan siapa saja yang berminat untuk berinvestasi di keuangan syariah.

"IFC bisa jadi fasilitator tergantung pemiliknya nanti. Tapi, pada intinya, kita terbuka kalau ada strategic investor masuk dalam rangka konsolidasi," ujarnya.

Muliaman mengatakan, pihaknya tidak memberi batasan pihak mana saja yang boleh berinvestasi. Namun, ia menekankan ketika investor tersebut masuk, investor tersebut dapat menciptakan nilai tambah untuk perusahaan ataupun ekonomi Indonesia. Misalnya, dengan memberikan jaringan usaha ke negara asal investor tersebut.

"Jangan cuma jadi investment banker yang ngitung ROA (return on assets) dan segala macam. Tapi, dia harus memberikan nilai tambah sehingga membuka usaha sampai ke sananya. Itu yang nggak boleh sembarangan, harus pilih-pilih juga," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement