REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengeluarkan peraturan untuk penurunan Net Interest Margin (NIM) perbankan agar dapat menurunkan suku bunga kredit. Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi mengatakan, cukup sulit apabila perbankan diminta untuk menurunkan NIM.
"Penurunan NIM salah satunya dengan cara penurunan suku bunga kredit. Masalahnya banyak bank beralasan suku bunga kredit tinggi karena suku bunga simpanan (cost of fund) masih tinggi,"jelas Eric Sugandi pada Republika.co.id, Selasa (23/2).
Eric menjelaskan, cost of fund yang tinggi berkaitan dengan distribusi likuiditas yang tidak rata dan inflasi yang relatif tinggi. Sementara itu juga ada masalah inefisiensi berkaitan dengan biaya operasional bank.
"Kalau biaya operasional bisa turun, bank masih bisa mendapatkan profit walau NIM turun," ujarnya.
Menurutnya, bank butuh waktu untuk menurunkan inefisiensi, seperti dengan menurunkan BOPO. Namun, ia menekankan hal tersebut memang harus dilakukan. Selain itu, kemampuan tiap bank untuk meningkatkan inefisiensi berbeda-beda.
"Kalau pemerintah memang benar-benar ingin menurunkan NIM dengan cara menurunkan suku bunga kredit ya pemerintah bisa saja beri subsidi suku bunga, lebih luas cakupannya dari subsidi suku bunga KUR. Tapi uangnya dari mana? belum dialokasikan di APBN," ungkapnya.
Subsidi suku bunga kredit ini, kata dia, bisa dimulai dari bank-bank BUMN, dengan harapan bank-bank BUMN akan mengikuti. "Namun tidak mudah bagi banyak bank-bank non-BUMN untuk turunkan suku bunga kredit dengan cepat karena cost of fund mereka sulit turun," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah akan Tekan Bunga Kredit Bank Sampai 9 Persen