Rabu 17 Feb 2016 20:56 WIB

Meski Ada Penolakan, RUU Tabungan Perumahan Rakyat akan Disahkan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan kawasan perumahan di Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan kawasan perumahan di Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) sepakat membawa RUU Tapera ke Sidang Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang (UU) pada Kamis (18/2). Keputusan tersebut diambil setelah dilakukan rapat kerja antara DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).

"Ini suatu karya besar, tidak hanya dalam rangka pengumpulan dana semata, tapi ada ideologi gotong royong," kata Menpupera Basuki Hadimuljono, Rabu (17/2). Ketika nantinya disahkan, ia berharap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat lebih mudah menjangkau akses pendanaan membeli rumah.

Selama ini, kata dia, MBR tidak memiliki akses pendanaan untuk kepemilikan atau perbaikan rumah. Prinsip gotong royong lantas dibangun agar mereka yang berpenghasilan rendah dapat bantuan dari orang-orang berpenghasilan tinggi tanpa merugikan pihak manapun.

Ketua Pansus RUU Tapera yang juga merupakan Anggota Komisi V DPR Yoseph Umar Hadi menyebut, jika RUU Tapera jadi disahkan esok, itu akan menjadi undang-undang pertama yang dibuat DPR periode 2014-2019.

 

Dengan adanya UU Tapera ini, maka setiap warga negara wajib berkontribusi menghimpun dana untuk menyediakan perumahan khusus bagi masyarakat yang kurang mampu. "Ini merupakan kebanggaan kita semua karena undang-undang ini sudah ditunggu masyarakat khususnya bagi yang kurang mampu,” tuturnya.

Terdapat dua prinsip utama keberadaan UU Tapera nantinya, yakni Tapera dirancang dalam rangka membantu masyarakat untuk mendapatkan akses memiliki rumah khususnya bagi MBR, serta merupakan peralihan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang masuk menjadi bagian Badan Pelaksana Tapera (BP Tapera).

Meski diklaim keberadaan Tapera dibutuhkan MBR, sebelumnya suara penolakan masih datang dari kalangan pekerja swasta. Wakil Ketua Bidang Perempuan Serikat Pekerja Nasional Tingkat Perusahaan Tiasri Wiandani menyebut, keberadaan pungutan Tapera akan menambah beban potongan gaji pekerja.

Tiasri juga menilai, penggodokan RUU Tapera juga ganjil sebab sampai detik ini ia dan kawan-kawan pekerja belum mendapatkan sosialisasi. Tetapi, secara tiba-tiba, RUU tersebut sudah akan disahkan saja pada Maret 2016. Ia melihat alibi pemerintah sama seperti ketika menghimpun dana BPJS.

RUU Tapera sebagai alat paksa penghimpunan dana sebaiknya dibatalkan. Pemerintah lebih baik berkonsentrasi pada regulasi yang memudahkan masyarakat berpendapatan rendah (MBR) untuk bisa mendapatkan uang muka rendah ketika ingin melakukan kredit rumah

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement