Rabu 10 Feb 2016 16:13 WIB

Ini Saran Hipmi ke BKPM Soal Daftar Negatif Investasi

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Investasi di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (PBKPM) berencana memperbesar porsi kepemilikan asing di berbagai bidang.

Menanggapi hal ini, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyatakan tidak setuju dengan keputusan BKPM. Pasalnya, kebijakan ini tidak sesuai dengan program Nawacita yang diusung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Ketua BPP HIPMI Bidang Organisasi Anggawira mengatakan, rencana BKPM untuk memperbesar porsi kepemilikan saham asing, sangat tidak sesuai dengan konsep Nawacita yang diusung oleh Presiden Jokowi.  

"Salah satu poin yang terdapat dalam Nawacita itu kan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. Namun, dengan kenyataan yang ada saat ini justru berbanding terbalik dengan Nawacita," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (10/2).

Anggawira menyebut, Hipmi akan mendesak BKPM untuk merevisi proposal perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI) tersebut. BKPM dinilai telah gegabah dalam menetapkan kebijakan. 

Investasi asing, tutur Anggawira memang penting untuk menunjang kemajuan ekonomi dalam negeri, akan tetapi harus dikontrol dengan baik, tidak semuanya harus dibuka ke asing. Penanaman Modal Asing (PMA) memang penting karena investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Namun tetap harus ada porsi yang sesuai, jangan semuanya di buka untuk asing ini terlalu liberal.

Hipmi, ia katakan, mempertanyakan rasa nasionalisme Kepala BKPM yang tidak sesuai dengan Nawacita. Disaat masyarakat mengharapkan BKPM mampu mengemban tugas dengan optimal, namun justru hal yang dilakukan BKPM malah tidak sesuai harapan masyarakat. 

"Dengan kebijakan BKPM yang ingin menaikan porsi saham investor asing, kami jadi mempertanyakan rasa nasionalisme kepala BKPM. Kami menilai konsep ini sangat-sangat liberal dan tidak sesuai dengan nawacita. Untuk itu, kami mendesak BKPM untuk  mengkaji kembali kebijakan ini dan mendengar masukan dari dunia usaha dan stakeholder lain," katanya menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement