Senin 08 Feb 2016 15:33 WIB

Pengadaan Minyak Lewat ISC, Pertamina Irit Rp 2,87 Triliun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Aktivitas pengisian bahan bakar minyak ke dalam tangki minyak di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta, Senin (30/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas pengisian bahan bakar minyak ke dalam tangki minyak di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melalui kebijakan yang transparan serta memangkas mata rantai dalam proses pengadaan minyak mentah serta produk BBM yang sebelumnya dijalankan PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina mencatatkan efisiensi bagi perusahaan senilai 208,1 juta dolar AS atau setara Rp 2,87 triliun (kurs Rp 13.800 per dolar AS) sepanjang 2015. Capaian efisiensi tersebut diperoleh melalui lima program terobosan ISC yang disebut dengan fase ISC 1.0.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero)  Wianda Pusponegoro mengatakan lima program fase ISC 1.0 itu adalah memotong perantara dari rantai suplai, peningkatan pemanfaatan, dan fleksibilitas dari armada laut Pertamina. Terobosan lainnya adalah dengan pemberian kesempatan yang sama dan adil untuk semua peserta pengadaan.

“ISC 1.0 juga menerapkan terobosan lain berupa penerapan proses evaluasi penawaran yang transparan dan mengurangi biaya dengan menerapkan pembayaran telegraphic transfer (TT),” ujar Wianda, Senin (8/2).

Wianda menjelaskan keberadaan ISC sangat penting untuk membuka transparansi seluas-luasnya supaya banyak mitra terpilih yang ikut serta. Dengan demikian, ada perubahan yang signifikan berupa penghematan.

“Kami bisa memangkas rantai suplai pengadaan impor, di mana untuk minyak maupun produk, Indonesia masih. Ini yang kami kejar terus,” katanya.

Menurut Wianda, efisiensi dari sisi pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan ISC salah satunya dilakukan dengan mengevaluasi ulang kontrak-kontrak pembelian sebelumnya. “ISC akan melakukan upaya terbaik untuk mendapatkan harga yang paling optimal bagi Pertamina,” ujarnya.

Pertamina, menurut Wianda, mengundang daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) untuk terlibat dalam pengadaan minyak mentah dan produk BBM secara terbuka dan transparan. Penetapan DMUT juga cukup ketat karena harus memenuhi sejumlah kualifikasi tertentu seperti detail bisnis perusahaan, detail laporan keuangan, detail bank, dan lain-lain.

“Melalui ISC, peserta tender lebih variatif, harga lebih kompetitif, dan posisi tawar semakin tinggi. Informasi tender kami buka melalui website Pertamina yang semua orang dapat mengaksesnya,” kata dia.

Wianda mengatakan dengan transparansi menjadikan ISC menjalankan fungsi pengadaan lebih baik, kompetitif, dan menghilangkan potensi conflict of interest. "Pola mekanisme tender yang dilakukan melalui email dan metode evaluasi penawaran ketat dan prudent menjadikan proses pengadaan minyak dan produk Pertamina lebih akuntabel dan kredibel."

Wianda menegaskan efisiensi dalam pengadaan juga dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan kapal-kapal yang dikelola oleh Pertamina, baik untuk mengangkut BBM, minyak mentah, dan elpiji impor dari titik penjualan ke dalam negeri.

Selain itu, kata Wianda, dalam hal pengadaan Pertamina juga melakukan renegosiasi kontrak dengan Saudi Aramco, yang memiliki kontrak evergreen dengan Pertamina sekitar 120 ribu barel per hari. Sejak Juni 2015, Saudi Aramco bersedia untuk tidak lagi mewajibkan Pertamina menerbitkan letter of credit (L/C).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement