REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai gagal menerjemahkan permasalahan harga daging sapi yang tinggi. Komite Tetap (Kotap) Bidang Budidaya Peternakan dan Kemitraan Kamar dagang dan Industri (Kadin) Yudi Guntara Noor menyebut, daging sapi mahal seharga Rp 130 ribu harus ditegaskan jenisnya. Sebab daging sapi punya beragam klasifikasi dan beragam pula kelas konsumennya.
"Yang mahal itu daging sapi lokal bagian paha belakang, konsumen daging jenis ini hanya 16 persen dan mereka semua tidak mempermasalahkan harganya," kata dia dalam acara diskusi Bincang-Bincang Agribisnis bertajuk "Meningkatkan Populasi Sapi Potong vs Mencapai Harga Daging Murah Ke Mana Arah Kebijakannya" di Gedung Joeang , Jakarta, pada Kamis (4/2).
Ia mengakui ada gejolak di kalangan pelaku usaha, tapi masalah daging sapi mahal harus dilihat secara utuh. Setiap bagian daging memiliki harga dan kalangan pengusaha berbeda meski ia berasal dari satu sapi yang sama. Tapi sayangnya, kerugian usaha untuk bisnis daging bagian yang satu ditambal dari usaha daging bagian yang lain.
Pemerintah, lanjut dia, seharusya fokus memperbanyak populasi sapi lokal dan menguatkan peternak kerimbang mengotak-atik kuota impor ataupun tata niaga. Di sisi lain, pokok masalah yakni ketidakjelasan data produksi yang harus dibenahi.
Ia meminta pemerintah jangan hanya menyebut jumlah sapi berapa, lantas menyatakan daging cukup memenuhi pasokan. Seharusnya dicek terlebih dahulu apakah benar sapi-sapi tersebut siap potong atau masih harus digemukkan. Sapi adalah barang hidup yang harus dipertimbangkan kondisinya.
Sampai saat ini masih banya aturan pemerintah sendiri yang membuat ongkos produsi dan distribusi menjadi mahal. "Sejumlah regulasi membuat ketidakleluasaan pengusaha mencari barang (sapi) dan mengeluarkan barang," katanya.