REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) terus berupaya merealisasikan pembentukan badan usaha baru yang menangani pembelian listrik dari energi terbarukan (EBTK). Hal ini dirasa sangat penting karena listrik dari energi terbarukan masih belum tersentuh secara maksimal.
Anggota Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN) Kementerian ESDM, Agung Wicaksono mengatakan, pihaknya menargetkan akan ada kejelasakan apakah bentuk perusahaan baru tersebut berupa perusahaan tersendiri atau anak perusahaan dari PT PLN.
"Nanti kan tanggal 11-12 akan ada Bali Clean Energi Forum. Nah di sini akan ada pembicaraan lagi untuk dapat kepastian," ujar Agung usai diskusi 'Energi Kita' di Gedung Dewan Pers, Ahad (31/1).
Agung menjelaskan, sebelum mengajukan untuk perusahaan ini, Kementrian ESDM telah berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan dan Kementrian BUMN. Selanjutnya Kementrian ESDM mengajukan payung hukum untuk perusahaan ini. Perusahaan tersebut akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang sudah berada di tangan Presiden Joko Widodo. Perpres ini tengah dikaji dan kalau selesai tinggal diberi penomoran saja untuk Perpres tersebut.
Dalam Perpres Ketenagalistrikan, pemerintah wajib mengutaman pengadaan listrik dengan energi terbarukan. Hal inilah yang membuat harus diadakannya perusahaan baru dalam hal energi listrik terbarukan.
Menurut Agus, dengan memisahkan PLN dengan perusahaan baru yang akan membeli EBTK, pemerintah akan lebih transparan dalam pemberikan Subsidi. Selain itu perusahaan baru ini pun akan mempermudah kinerja PLN, terlebih PLN pun saat ini telah mempunyai kepala-kepala regional sebagai cara regionalisasi. Ini dilakukan untuk menangani daerah secara baik.
"Jadi Regional PL yang besar seperti di Jawa atau Sumatera tinggal fokus dalam transmisi," papar Agung.
Menurut Agung, pengadaan perusahaan ini poun diyakini bisa mendongkrak keinginan pemerintah dalam meningkatkan penyerapan tenaga listrik terbarukan. Dari 35.000 megawatt (Mw) proyek ini, telah ada 17.000 Mw yang sudah yang memastikan kontaknya. Dari total kontrak tersebut terdapat 2.000 Mw yang berasal dari EBTK. Nilai ini baru 15 persen dari keseluruhan program pemerintahan Joko Widodo.
"Kita ingin perbanyak penyerapan listrik dari EBTK dan targetnya di 2025 bisa 25 persen menggunakan penyerapan itu," papar Agung.