REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menggelar rapat koordinasi terkait kebijakan reformasi pangan untuk membahas soal ansitisipasi kenaikan harga pangan di 2016.
Dalam rapat yang dihadiri deputi dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Plt Sekjen Kementerian Perdagangan dan Kementerian Dalam Negeri, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dan juga Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP), membahas turunnya harga minyak mentah yang sudah berada di bawah 30 dolar AS per barel.
Ia memprediksi, harga minyak mentah mampu turun lagi hingga menyentuh 25 dolar AS per barel.
"Ini dampaknya ke APBN kita. Makanya ini rapat untuk mencari jalan, agar harga pangan dalam negeri turun," ujarnya usai rakor tersebut di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Kamis (21/1).
Selain mencari formulasi kebijakan menurunkan harga pangan, ia mengaku sedang mencari cara untuk menurunkan inflasi. Dengan begitu, Bank Indonesia (BI) juga dapat menurunkan tingkat bunganya yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, dalam rapat tersebut juga membahas impor pangan dalam negeri. Menurutnya, perlu diatur mekanisme impor pangan agar lebih baik.
Menurut dia, dalam pengaturan impor pangan dapat dilakukan melalui kuota atau semi kuota.
"Diatur berapa jumlah impor dan sebagainya," ujarnya.
Rizal menjelaskan, harga komoditas pangan impor di Indonesia relatif lebih tinggi dibanding negara-negara lain. Ia mencontohkan, harga daging impor di Internasional berkisar di harga Rp 45 ribu per kilogram, kemudian di Malaysia per kg hanya Rp 60 ribu. Sementara, di Indonesia daging impor bisa mencapai Rp 120 ribu per kg.
"Ini beda 100 persen. Begitu juga harga impor lain seperti gula, jagung, garam dan lainnya," ungkap dia.
Pria yang dikenal dengan jurus 'Rajawali Ngepret' itu meminta kementerian dan lembaga terkait untuk mengatur kuota impor lebih adil dan melindungi produsen dalam negeri.
Rizal juga menyinggung adanya mafia dalam pengaturan kuota impor yang selama ini terjadi.
Menurutnya, 'pemain asli' impor hampir ada di seluruh komoditas hanya 6 sampai 7. Sisanya, tidak lebih importir 'ecek-ecek'. Akibatnya, harga komoditi impor menjadi sangat mahal. Ke depannya, ia berharap praktik-praktik kotor semacam itu sudah tidak ada lagi, karena hanya merugikan petani dan juga pengusaha kecil dalam negeri.
"Harus diatur pake kuota atau semi kuota mau itu daging, gula, jagung, garam dan sebagainya," katanya menegaskan.