Kamis 21 Jan 2016 12:07 WIB

RUU Tembakau Harus Lindungi Petani

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Nidia Zuraya
 Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno, berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang sedang digodok pemerintah dan DPR dapat mengakomodir kepentingan pelaku industri hasil tembakau (IHT) di sektor hulu yakni petani tembakau, tidak hanya di hilir atau pabrik rokok. 

Soeseno menjelaskan, tembakau masih mendapat perlakuan berbeda dengan komoditas-komoditas strategis pertanian lainnya. Petani tembakau belum mendapatkan dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk bisa meningkatkan produktivitas seperti pendampingan dan penyuluhan teknis pertanian, pemberian bibit unggul dan pupuk, pembangunan infrastruktur, serta akses terhadap peralatan pertanian yang lebih modern. 

Akibatnya, lanjut Soeseno, tingkat produktivitas dan kualitas tembakau yang dihasilkan belum dapat mencukupi permintaan industri. "Minimnya bantuan yang diterima oleh petani tembakau semakin meningkatkan ongkos produksinya sehingga tidak kompetitif," kata Soeseno dalam diskusi Forum Komunikasi Wartawan EKonomi Makro mengenai RUU Pertembakauan di Jakarta, Kamis (21/1). 

Dia menjelaskan, tata niaga pertanian juga menjadi salah satu hambatan utama yang dihadapi petani tembakau. Petani, ucap dia, seringkali tidak mendapatkan akses langsung untuk menjual hasil panennya kepada pabrikan atau pemasok sehingga harus mengandalkan para pengepul.  

Akibatnya, nilai keuntungan yang seharusnya diterima oleh petani sebagian besar akan hilang akibat peran pihak ketiga. 

Soeseno berharap, melalui RUU Pertembakuan, Baleg bisa membuat aturan agar pemerintah dapat membantu menyederhanakan tata niaga pertanian tembakau sehingga kesejahteraan petani juga akan meningkat. Misalnya dengan mengatur program kemitraan antara petani dan pabrikan. "Dengan kemitraan ini, ada kepastian pasar bagi petani tembakau," ujarnya. 

Berdasarkan catatan Asosiasi Petani Tembakai Indonesia (APTI), produksi tembakau selama beberapa tahun terakhir masih dibawah 200 ribu ton, sedangkan permintaan pasar telah mencapai lebih dari 300 ribu ton. Selisih tersebut terpaksa harus dipenuhi oleh impor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement