Rabu 20 Jan 2016 16:32 WIB

Pemerintah akan Tawar Harga Saham Freeport

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah berniat akan memanggil PT Freeport Indonesia guna melakukan negosiasi atas penawaran harga 10,64 persen saham seharga 1,7 miliar dolar AS. Namun, pemanggilan itu hanya dilakukan apabila memang hasil evaluasi dari valuasi yang diajukan Freeport dinilai terlampau mahal.

Direktur Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mohammad Hidayat menjelaskan, nantinya Freeport akan diminta menjelaskan rincian hasil valuasi aset mereka senilai 16,2 miliar dolar AS.

"Harus ada kesepakatan harga. Kalau kemahalan, kita panggil Freeport, harus dijelaskan kenapa harganya setinggi ini. Kami juga akan dibantu penilai independen," katanya, Rabu (20/1).

Mengenai banyaknya pendapat yang menyatakan bahwa penawaran Freeport terlalu tinggi, Hidayat menegaskan tim evaluasi dan penilai baik dari pemerintah dan yang independen memiliki kriteria khusus.

Oleh karenanya, Hidayat mengaku belum bisa memberikan jawaban resmi apakah harga penawaran saham Freeport sudah wajar atau justru memang terlalu mahal. "Saya mau bilang, memang banyak di publik yang menganggap ini kemahalan, tapi kami masih mengevaluasi benar nggak itu kemahalan, benar nggak itu wajar," ujarnya.

Pekan ini tim penilai valuasi aset Freeport akan terbentuk dan akan mulai bekerja pada pekan depan. Tim ini terdiri dari lintas kementerian dan lembaga, yakni Ditjen Anggaran Kemenkeu, Kepala BKF Kemenkeu, Kemenko Kemaritiman, BPKP, dan Kejaksaan.

"Kejaksaan supaya benar-benar mengevaluasi kewajaran harga itu. Sudah kami layangkan permohonan untuk mendapat wakil dari kementerian-kementerian terkait. Format SK pembentukan juga sudah kami bentuk. Mudah-mudahan minggu ini selesai," kata Hidayat.

Bahkan, Hidayat juga membuka opsi bagi pemerintah untuk memilih tidak membeli penawaran Freeport dan menunggu hingga kontrak habis pada 2021. Namun, dia menegaskan hasil dan keputusan penilaian belum bisa ditarik dugaan-dugaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement