REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Sejumlah pelaku pariwisata di Bali optimistis jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Bali 2016 akan meningkat 12 persen di kisaran 4,6-4,8 juta wisman pada 2016. Provinsi Bali menjadi kontributor utama target pariwisata nasional, sekitar delapan juta wisman dari total 20 juta wisman pada 2019.
Ketua Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace mengatakan angka tersebut realistis mengingat ada sekitar 174 negara yang mendapat fasilitas bebas visa untuk berkunjung ke Indonesia. Indonesia melalui Kementerian Pariwisata juga melakukan promosi besar-besaran untuk pariwisata Bali sepanjang 2015.
"Peningkatan 2015 ini memang masih sekitar tujuh persen (sekitar empat juta wisman), namun itu lebih disebabkan sejumlah bencana alam yang terjadi di wilayah Jawa, Bali, dan sekitarnya. Tahun ini (2016) kami optimistis peningkatan 10-12 persen," kata Cok Ace dihubungi Republika, Ahad (3/1).
Bali menjadi pulau terbaik di Asia dengan skor 88,98 di atas Maldives (88,53), dan Phuket, Thailand (79,22) versi majalah Travel+Leisure 2015. Sebagai pulau terbaik kedua di dunia, Bali hanya terpaut tipis 1,84 poin, yaitu 88,98 di bawah Kepulauan Galapagos (90,82). (Baca juga: Kampung Cikole Rami Wisatawan)
Pantai Kuta, kata Cok Ace bahkan bisa menjadi pantai terbaik mengalahkan Phuket dan Hawaii. Hal ini dinilainya menarik sehingga ke depannya perlu ditekankan pentingnya budaya di Bali.
"Jadi, budaya tetap menjadi payung besar Bali, meski apapun aktivitas pariwisata yang dikembangkannya, apakah itu sport tourism atau spritual tourism," tambahnya.
Cok Ace mengatakan masyarakat dan pelaku pariwisata di Bali harus lebih kreatif mengembangan budaya Bali dan tuntutan wisatawan lain. Selama ini destinasi wisata budaya favorit di Bali masih terpusat di Ubud, Uluwatu, dan Tanah Lot. Potensi wisata di Bali harus dipandang sebagai potensi, bukan persaingan antarpelaku usaha.
Meningkatnya jumlah wisman ke Bali juga mendorong peningkatan okupansi sektor perhotelan sebagai salah satu akomodasi pariwisata. Cok Ace mengatakan okupansi hotel bintang tiga hingga empat masih di kisaran 50-52 persen, maksimal 60 persen. Okupansi hotel bintang tiga ke bawah hingga nonbintang justru tinggi 80-90 persen. Seluruhnya membutuhkan koordinasi antarpelaku pariwisata.