REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Saat musim panen, masyarakat tentu saja senang karena bahan-bahan pokok makanan menjadi murah dan kualitas barang segar. Akan tetapi, pernahkah terlintas bagaimana nasib petani yang sudah merawatnya?
"Problem kita, semua petani kalau panen semuanya jatuh," ujar Direktur Indef Enny Sri Hartati, Selasa (29/12).
Hal tersebut tidak memberikan intensif untuk para petani meningkatkan produksinya. Dampaknya, saat bukan musim panen alias musim paceklik, barang menjadi langka namun karena bahan pokok sehingga permintaan tidak pernah berkurang, maka tidak heran bila kemudian kasus yang muncul adalah harga bahan pokok melambung tinggi.
"Antisipasinya ya dengan cara harga tetap stabil dan adanya peningkatan jumlah produksi," ujar Enny.
Namun peningkatan jumlah produksi ini bukan serta merta menjadi tugas para petani saja, harus ada andil dari pihak pemerintah. Namun juga bukan hanya sekadar faktor teknis seperti pemberian pupuk intensif dan perbaikan irigasi.
"Tidak cukup itu, kalau petani tidak mendapatkan harga ekonomi mereka juga tidak akan tertarik masuk, caranya tentu saja ada efisiensi biaya produksi petani dan keterjaminan harga bagi petani," ujarnya.
Enny memberikan contoh pada harga cabai yang fluktuasinya tinggi. Misalnya, harga cabai di musim panen Rp 5.000 per kilogram, namun saat tidak lagi panen harganya bisa mencapai Rp 70 ribu.
Lonjakan harga tersebut, menurutnya tidak akan terjadi jika pemerintah melakukan dua hal. Yaitu, pemetaan potensi-potensi pertanian dari tiap-tiap daerah dan adanya pengelolaan paska panen.
"Artinya perlu manajemen produksi di sini," ujar Enny.