REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menargetkan program diversifikasi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) atau "Compressed Natural Gas". Saat ini, tim task force atau tim gugus tugas Implementasi Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (CNG) untuk Sektor Transportasi telah terbentuk dan diharapkan sudah bisa bekerja untuk melakukan studi-studi kelayakan atau "feasibility studies" guna mempercepat program tersebut.
Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja mengatakan ada beberapa keuntungan yang didapat jika kita menggunakan BBG sebagai bahan bakar kendaraan alih-alih BBM. Salah satunya adalah BBG lebih ekonomis dibanding BBM.
"BBG ini harganya jauh lebih murah, kalau kita setarakan dalam satuan liter, satu liter premium harganya Rp 7.400-an di Pulau Jawa, sementara satu liter CNG cuma Rp 3.100, ini kurang dari setengahnya. Padahal kilometernya sama, misalnya satu liter katakanlah untuk 8-9 kilo meter, maka pakai BBG pun sama. Nah tentu ini untuk masyarakat manfaat ekonominya lebih baik," kata Wiratmaja di Jakarta pada Selasa.
Yang paling utama, penggunaan BBG, menurut Wiratmaja adalah akan meningkatkan ketahanan energi nasional di mana kita bisa menekan ketergantungan terhadap BBM yang banyak diimpor dari luar negeri. Selain itu, penggunaan BBG juga dinilai akan memperkuat nilai tukar Rupiah karena negara akan mengurangi pembelian dolar untuk membeli BBM impor.
BBG dinilai lebih menguntungkan karena diyakini sifatnya yang ramah lingkungan. "Bahan bakar gas jauh lebih bersih dari pada BBM sehingga polusi akan turun, udara akan lebih bersih, hijau sehingga pemerintah sangat mendorong diversifikasi BBM ke gas."
Guna mewujudkan diversifikasi tersebut, tim task force atau tim gugus tugas Implementasi Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (CNG) untuk Sektor Transportasi telah dibentuk untuk melakukan studi-studi kelayakan (feasibility studies) guna mempercepat program diversifikasi energi nasional.
Tim beranggotakan Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrain, Kementerian Keuangan, Dewan Energi Nasional (DEN), Kementerian Dalam Negeri, para Pemerintah Daerah (Pemda), asosiasi SPBG dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Hingga saat ini, jumlah kendaraan yang telah menggunakan bahan bakar gas, masih kurang dari 10.000 unit. Namun produsen otomotif telah bersedia memproduksi kendaraan berbahan bakar ganda; BBM dan gas, kendaraan akan didistribusikan untuk perusahaan taksi.
Pemerintah telah menyediakan alokasi gas bumi sebesar 47,2 MMSCFD yang cukup digunakan unuk 50.000 kendaraan. Untuk itu, pemerintah terus mendorong pabrikan agar mau membuat kendaraan yang dual fuel yaitu, berbahan bakar BBM dan gas.
Wiriatmaja berharap 10 tahun yang akan datang, mobil-mobil berbahan bakar gas sudah banyak melaju di jalanan Indonesia. Jika dibandingkan dengan Malaysia yang baru mulai menerapkan penggunaan bahan bakar gas, kendaraan berbahan bakar gas mereka sudah di atas 100 ribu, sementara Thailand yang mulai tahun 2007 sudah 2,5 juta.