Kamis 03 Dec 2015 12:05 WIB

Pemerintah Diminta Serius Merger Pertagas dan PGN

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
 Pekerja memeriksa pipa gas untuk proyek infrastruktur energi di gudang penyimpanan Pertamina Gas (Pertagas) di Kawasan Industri Medan 3 (KIM 3), Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/6). (Antara/M Agung Rajasa)
Pekerja memeriksa pipa gas untuk proyek infrastruktur energi di gudang penyimpanan Pertamina Gas (Pertagas) di Kawasan Industri Medan 3 (KIM 3), Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/6). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, mendesak pemerintah menjernihkan dan mengkaji serius tujuan penyatuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) subsektor gas. Pembentukan perusahaan induk atau holding maupun merger berpeluang menjadi alat penting dalam mencapai kepentingan negara apabila kajiannya sudah jelas.

Opsi merger antara PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) kembali menjadi agenda Pemerintah Joko Widodo setelah gagal dituntaskan pada era pemerintah sebelumnya. Baru-baru ini, rencana ini terus mengencang setelah Kementerian BUMN mengadakan serangkaian rapat untuk membahas penyatuan dua perusahaan pelat merah ini. Kajian tersebut pertama-tama berkaitan dengan pelaksana merger.

"Tentu saja, mestinya yang melaksanakan dan memimpin adalah BUMN yang sepenuhnya dikuasai oleh negara," kata Kardaya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (3/12).

Menurutnya, apabila ada sejumlah saham yang tidak dimiliki oleh pemerintah, baik itu individu atau korporasi swasta lain maupun asing, akan terjadi bias kepentingan. Untuk itu, ke depannya PGN harus melakukan buy back saham ketika rencana holding atau merger terlaksana.

Kardaya mengatakan, penyatuan ini bertujuan demi kepentingan nasional yang otomatis akan terdapat keistimewaan. "Jangan sampai kita bias di sini, apalagi kalau sampai kepemilikan saham asingnya puluhan persen," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement