REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Rencana pemerintah melakukan sinergi antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Pertagas, anak perusahaan Pertamina, mendapatkan kritik. Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mempertanyakan alasan di balik rencana sinergi tersebut.
Sofyano mencurigai ada kepentingan asing di balik rencana sinergi tersebut. Alasannya, PGN yang 43 persen sahamnya dimiliki asing malah justru akan mengakuisisi anak perusahaan Pertamina yang 100 persen sahamnya dimiliki negara
“Ini sudah pasti kepentingan asing akan bermain di sana. Apalagi, jika pemerintah pada akhirnya memilih opsi bahwa bentuk sinergi tersebut adalah akuisisi Pertagas oleh PGN,” kata Sofyano di Jakarta, Kamis (26/11).
Sofyano melanjutkan, pemerintah perlu mengkalkulasi status kepemilikan saham asing di PGN. Dengan komposisi saham asing yang besar, jangan sampai PGN mendapatkan keistimewaan tersendiri. “Karena jika itu dilakukan, sama saja dengan memberikan kue kepada asing,” ujarnya.
Menurut Sofyano, pemerintah seharusnya tidak memaksakan akuisisi Pertagas oleh PGN. Selain akan berdampak sangat buruk dan memberikan keuntungan kepada asing, akuisi juga akan menciptakan kecemburuan sosial yang bisa berdampak luas.
Idealnya, kata dia, Pertaminalah yang mengakuisisi PGN. Caranya, bisa dengan membeli kembali saham yang ada di PGN. “Pertamina suruh saja membeli melalui //buy back//. Setelah itu, baru bisa dilakukan apa pun,” imbuhnya.
Kritik lain datang dari Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) Hatta Taliwang. Menurut dia, jika benar PGN akan mengakuisisi Pertagas maka semakin memperlihatkan adanya paham neolib dalam pengelolaan gas.
“Ini pro nasional atau pro asing? Siapa di balik semua itu? Sangat tidak lucu jika perusahaan yang saham asingnya begitu banyak, tiba-tiba mengakuisisi anak perusahaan Pertamina,” kata Hatta. Dia pun meminta agar masalah ini juga dibahas tuntas dan menjadi fokus para anggota DPR di Komisi VII.