REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) untuk pembukaan akses data nasabah. Langkah ini untuk mendorong perbankan membantu pencapaian target pajak dengan mengetahui potensi pajak seseorang yang sebenarnya. Hal itu juga menjadi kesepakatan negara yang tergabung dalam G20, dan akan diimplementasikan pada 2017.
Di Indonesia, berdasarkan UU Perbankan, dana pihak ketiga (DPK) nasabah yang disimpan di bank wajib dirahasiakan. Akses data perbankan tidak boleh diminta secara langsung kecuali ada masalah seperti pengemplangan pajak.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, mengatakan, OJK segera membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) aturan kesepakatan negara-negara G20 tersebut.
"Iya, kita masih akan buat juklaknya dulu karena di sana sini masih ada aturan kerahasiaan bank tapi kita dorong pemerintah karena ini juga sudah kesepakatan global tinggal bagaimana juklak supaya bisa jalan," jelasnya kepada wartawan di Museum Nasional Jakarta, Selasa (17/11).
Namun, Muliaman enggan membeberkan apakah Undang-Undang perbankan akan direvisi kembali. Hal ini mengingat dalam undang-undang tersebut dinyatakan DPK perbankan wajib dirahasiakan. "[Revisi UU Perbankan] Ya itu nantilah," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, menyatakan, Perbanas akan mengikuti ketentuan yang diberlakukan saat ini. Menurutnya, agar aturan tersebut bisa diimplementasikan, UU Perbankan harus direvisi. Proses revisi UU Perbankan juga tidak bisa diperkirakan jangka waktunya, tergantung pembahasan di DPR.
"Intinya asal undang-undangnya membolehkan silakan saja, kan harus diubah dulu undang-undangnya. Kami sih patuh saja tapi UU Perbankan sampai sana masih melarang, sudah jelas banget," ungkapnya.