REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) tidak memiliki kewenangan untuk menyeret mafia migas ke proses hukum. Hal ini setelah diungkapkan hasil audit investigasi dan forensik atas Pertamina Energy Trading Limited (Petral) selama 6 bulan terakhir.
Dari hasil audit ini disebutkan ada pihak ketiga yang berperan sebagai badan usaha yang berupaya mengintervensi kegiatan Pertamina dan Petral dalam pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said telah menegaskan akan membawa kasus Petral ini ke ranah hukum.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menjelaskan, perusahaan pada prinsipnya sangat terbuka dengan keinginan untuk melanjutkan hasil audit forensik tersebut ke ranah hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun Wianda mengaku, pihaknya tidak memiliki kewenangan secara sepihak menyatakan bahwa pihak atau perusahaan tersebut bersalah.
"Jadi kita sangat terbuka. Dengan berbagai opsi karena benar sekali dari laporan hasil audit kita tidak bisa secara sepihak nyatakan bahwa A, B, C, terlibat atau bersalah. Itu kan tidak bukan tugas tim audit," ujar Wianda di Kantor Pusat Pertamina, Senin (9/11).
Wianda menjelaskan, bagian kerja tim audit Petral hanya melihat dari korespondensi email dan fakta yang melihat bahwa kegiatan pengadaan BBM di Petral tidak wajar. Meski demikian, kata Wianda lagi, tim audit tidak bisa mengambil keputusan bahwa sebuah kegiatan yang tidak wajar masuk ke indikasi korupsi.
"Kan dia tidak bisa mengambil keputusan apakah kegiatan yang tidak wajar ini masuk indikasi korupsi atau tidak. Karena itu kan aparat hukum yang punya kacamata itu," kata Wianda.