Senin 26 Oct 2015 21:18 WIB

Gapki: Sawit Jangan terus Dijadikan Kambing Hitam

Rep: Sonia Fitri/ Red: Teguh Firmansyah
Foto tanggal 10 Agustus 2015 tentang kondisi lahan yang hangus terbakar di konsesi perusahaan kelapa sawit PT Langgam Inti Hibrido (LIH) di Kabupaten Pelalawan, Riau, menjadi barang bukti kepolisian dalam kasus kebakaran lahan di Riau.
Foto: Antara/Wakil Direskrimsus Polda Riau AKBP Ari Rahman Nafarin-H
Foto tanggal 10 Agustus 2015 tentang kondisi lahan yang hangus terbakar di konsesi perusahaan kelapa sawit PT Langgam Inti Hibrido (LIH) di Kabupaten Pelalawan, Riau, menjadi barang bukti kepolisian dalam kasus kebakaran lahan di Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono meminta pemerintah bijak dan transparan dalam melakukan penegakkan hukum dalam mencari dalang pembakar hutan Indonesia. Ia mengaku mendukung proses tersebut, tapi jangan sampai perusahaan sawit melulu dijadikan kambing hitam.

"Harus dibedakan antara yang sengaja membakar, dengan yang terbakar tidak disengaja," katanya pada Senin (26/10). Perusahaan anggota Gapki yang dibekukan izinnya, sebab ia dianggapnya melakukan kelalaian sehingga lahan konsesinya terbakar. Ia menekankan agar proses investigasi pemerintah bersifat transparan dan obyektif.

Saat ini, lanjut dia, terdapat satu perusahaan sawit yang dipimpin anggota Gapki, dijatuhi pembekuan izin. Dampaknya, perusahaan tidak bisa beroperasi.

Penetapan tersebut berdasarkan laporan dan berita acara yang ditandatangani kepala desa dan kepolisian setempat. Namun kesimpulan membuktikan, lahan perusahaan murni terbakar, bukan sengaja membakar.

Perusahaan pun rugi besar karena di antara lahan yang terbakar, terdapat 200 hektare tanaman sawit yang berumur tiga tahun. Tanaman tersebut pun merugikan perusahaan bahkan tidak ada perusahaan asuransi yang mau membayar ganti rugi.

Itu artinya, perusahaan anggota Gapki tidak mungkin sengaja membakar tanamannya sendiri karena ingin dapat keuntungan. "Tidak ada asuransi yang mau support sawit dari penanaman dan sawit, yang mau hanya pabrik, tapi ini yang terbakar bukan pabrik," tuturnya.

Pemerintah pun diminta obyektif, transparan dan mempertimbangkan efek lain pembekuan dan pencabutan izin usaha. Salah satunya, di dalam perusahaan ada lima juta tenaga kerja yang bekerja di sektor sawit. "Kalau nanti sanksi mencabut semua, artinya masalah baru muncul, pengangguran bertambah dan membuat masalah baru," tegasnya.

Sebelumnya, ia menyinggung soal indikasi adanya praktik kampanye hitam yang masif di sektor sawit, kala momen kebakaran hutan dan lahan tengah jadi fokus pemberitaan. Contoh terbaru yang paling kentara yakni kasus kebakaran lahan sawit di Nyaru Menteng Kalimantan Tengah. Di sana tersiar kabar dan gambar soal pohon kelapa sawit yang tumbuh di areal tersebut di antara asap kebakaran yang masih menguasai udara.

"Ini ganjil, karena di teknis budidaya, jangankan manusia dan tumbuhan, sawit pun akan mati kalau ditanam di lahan dengan kondisi begitu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement